KALAU SEMUA JADI PENULIS, SIAPA YANG MEMBACA?

Siang itu, baru saja usai pertemuan dengan para co-fasilitator Gebyar Literasi Sekolah, hingga baru saja bisa membuka chat beberapa WAG, tak sengaja membaca pertanyaan yang membuat saya terpana, dan kemudian tersenyum. “Kalau semua jadi penulis, siapa yang membaca?” 

Sebenarnya jawabannya sederhana sekali. Semua manusia. Karena perintah IQRA berlaku untuk semua manusia. Jadi kalau pun toh semua menjadi penulis, maka semua penulis juga harus membaca. Terjawab sudah.

Pembelajaran menulis bagi siswa SD/MI yang dilaksanakan di ruang terbuka mini Sanggar Kepenulisan PENA ANANDA CLUB. (Foto: dokumen Pena Ananda Club)

Tapi saya yakin, jawaban ini masih kurang memuaskan bagi kita yang suka baca. Artinya ada argumen-argumen non dogmatis yang seharusnya menjelaskan lebih gamblang jawaban itu.

Lebih dulu saya akan nyuplik pandangan orang-orang hebat tentang menulis, bukan pandangan pribadi seorang ibu rumah tangga yang punya kesukaan menulis dan berimpi jutaan anak suka menulis meski tidak harus “berprofesi utama sebagai penulis”.

“Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah”
(Imam Al Ghazali)

Di sebuah negara, hanya ada satu raja, paling banter punya 100 anak (termasuk anak dari selir). Ratusan ribu hingga jutaan lainnya adalah rakyat. Hanya sebagian sangat kecil saja yang anak-anak dari ulama besar. Jika mau saklek, maka ratusan ribu hingga jutaan manusia ini haruslah menulis. ^_^

Kelas menulis di SDI Al Azhaar berada dalam binaan Pena Ananda Club selama 4 tahun dalam sebuah wadah Klub Penulis Pelajar SDI Al Azhaar Tulungagung. Sekarang, budaya menulis sudah terbentu di sekolah ini dan telah melahirkan beberapa buku antologi karya siswa dan guru. (Foto: dokumen Pena Ananda Club)
Keceriaan santri-santri SDI Al Azhaar saat menerima naskah mereka yang siap kirim di ajang Road to Konferensi Penulis Cilik Indonesia. Dan satu-satunya santri laki-laki dalam foto tersebut lolos untuk mengikuti ajang Konferensi Penulis Cilik Indonesia yang diselenggarakan di Puncak tahun 2016. (foto: dokumen Pena Ananda Club)

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”(Pramoedya Ananta Toer)

“Menulis dari SD, apapun yang ditulis sedari SD pasti jadi.”(Pramoedya Ananta Toer)

Suka dan dukung tulisan ini. 

Apapun profesimu: petani, nelayan, tukang sapu, penarik becak, sopir, juru ketik, pengantar surat, ulama, guru, dosen, penyanyi, sineas, pekerja seks, pembantu rumah tangga, ekonom, bankir, usahawan, menteri, hingga presiden, sudah selayaknya menulis.
Apa yang ditulis? Tentang ilmu yang dikuasainya, diterapkannya, temuan-temuan baru berdasarkan pengalaman. Apakah akan dituliskan dalam bentuk nonfiksi atau fiksi, itu persoalan lain.
Mengapa harus menulis? Tentu agar ilmu yang mereka kuasai tidak berhenti pada mereka, agar terus dapat dikembangkan dan memberi manfaat lebih luas.
Siapa yang akan membaca? Tentunya selain mereka yang seprofesi juga bisa masyarakat umum.

Seorang dokter selain membaca buku para profesor di ilmu kedokteran, juga perlu membaca buku para dokter lain yang tidak berprofesi dosen. Saya sebagai masyarakat umum, juga sering sekali membaca tulisan para dokter di koran, majalah, cetak maupun elektronik untuk menjawab pertanyaan kesehatan keluarga saya tanpa harus ke dokter. Tentu membaca advice mereka merupakan langkah pertama, jika disarankan untuk periksa ke dokter, baru kita lanjutkan dengan pemeriksaan.

Saya sangat sepaham dengan alm. Pramoedya Ananta Toer, karena itu saya memburu waktu untuk bisa mengajarkan penulisan pada anak-anak sejak usia SD. Saya selalu menyampaikan ke anak-anak yang tengah mengejar impian mereka di segala bidang,


“Menulislah, meskipun kalian tidak memutuskan berprofesi sebagai penulis, karena menulis tidak mengharuskanmu menjadi penulis, tapi menjadi profesional yang bertanggung jawab terhadap profesimu, salah satunya bermanfaat secara luas untuk manusia dan mahluk di muka bumi”.
(Tjut Zakiyah Anshari)

Pelatihan Menulis Untuk Anak-Anak Perbatasan, siswa SMA dan sederajat di Nemberala, Rote Ndao, NTT, tahun 2013. (foto: dokumen Kantor Bahasa NTT)

Pelatihan Menulis di SMP Islam Al Azhaar Tulungagung. (foto: dokumen Pena Ananda Club)

Kelas Menulis di SDI Al Mubarok, Jabon, Kalidawir, Tulungagung. (Foto: dokumen Pena Ananda Club).

Kelas Menulis di MI Mambaul Hikam, Ngubalan, Kalidawir, Tulungagung. (Foto: dokumen Pena Ananda Club)

Pelatihan menulis dalam GEBYAR LITERASI SEKOLAH (program baru Pena Ananda Club) di SMP Negeri 1 Bandung Tulungagung. Lahir 27 cerpen dari 24 penulis pelajar yang dibukukan dalam antologi cerpen “Kisah Dari Kasti Meykarsa SABA”. Dua dari 27 cerpen dijadikan bahan belajar untuk LKS Bahasa Indonesia tingkat SMP. (foto: dokumen Pena Ananda Club)

Tulisan seorang profesional bisa menjangkau seluas dunia dibanding profesi yang ditekuninya. Guru dalam prakteknya hanya menjangkau satu kelas dalam durasi waktu tertentu, dan beribu-ribu jika diakumulasikan. Tapi tulisan seorang guru yang menginspirasi guru lain di seluruh Indonesia bahkan dunia, akan menjangkau jutaan anak-anak.

Banyak quote luar biasa tentang menulis yang sangat bermakna, tak ada alasan bagi siapapun untuk tidak menulis. Terlebih ketika memahami betapa sarat dan beratnya pesan Allah swt dalam firmanNYA:

“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”(QS. At Taubah : 122)

Bagaimana pengetahuan agama itu diturunkan dari masa ke masa? Tak ada jalan lain kecuali menulis. Bahkan tahap pertama penulisan Al Quran dilakukan di zaman Rasulullaah dan kemudian dituntaskan pada zaman Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq. Betapa pentingnya “menuliskan” dan “menulis”.

Siapa yang akan menulis?

Semua manusia. Ya… semua manusia… menuliskan sesuai dengan ilmu, pengetahuan, dan pengalamannya.

Akhirnya, PENA ANANDA CLUB lahir dari “rahim” seorang ibu yang mengimpikan semua anak menguasai ketrampilan menulis yang kelak akan menguatkan manfaat profesinya.

Semoga bermanfaat.
Salam hangat dari mini sanggar, ruang kami menghayati perintah membaca dan menulis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *