Fugui: Hendak Mengubah Ayam Menjadi Sapi

 

Novel “To Live” ini disodorkan anak
gadis saya untuk saya baca. Semula saya kurang tertarik saat membaca 2-3
halaman pembuka. Namun, saya penasaran juga lantaran anak saya berpendapat
bahwa “betapa keberuntungan tokoh
utama terjadi berulang-ulang”.

 

Xu Fugui adalah tokoh utama novel yang ditulis Yu Hua pada tahun
1993. Dia terlahir dari keluarga tuan tanah yang kaya dengan lahan seluas
100 mu atau 6,67 hektar. Siapa pun, baik pekerja di
keluarganya atau warga yang mengenalnya, pasti akan memanggilnya “Tuan
Muda”. Ya, dia sangat 
beruntung terlahir di keluarga yang kaya dan menjadi
anak tunggal. Kesenangannya dengan judi dan pelacur dianggapnya sebagai kewajaran atas keberuntungan terlahir dengan orang tua yang kaya. Fuhui juga beruntung memiliki istri yang
sangat cantik, Jiazhen (sedang hamil anak kedua), dan anak gadis yang dinamai
Xu Fengxia yang lincah dan cerdas.

 

Baginya, judi menjadi caranya untuk “mengubah ayam menjadi
bebek, bebek menjadi kambing, dan kambing menjadi sapi”, kata mutiara yang
dipegang erat oleh kakeknya dan ayahnya hingga menjadikan mereka tuan tanah yang
kaya raya. Satu rahasia yang akhirnya diketahui oleh Fugui, bahwa ayahnya juga
tergila dengan judi, sehingga pernah kehilangan tanah seluas 100 mu.
Kalau saja ayahnya tidak berjudi, mereka masih memiliki 200 mu tanah.
Ibu Fugui menceritakan hal itu agar Fugui berhenti berjudi.

 

Alih-alih berhenti, Fugui malah bersemangat judi dengan tekad akan
mengembalikan 100 mu yang ayahnya lepas karena kalah judi.
Meskipun sudah mania judi, rupanya Fugui sangatlah polos, tak menyadari betapa
dunia judi itu penuh intrik dan kecurangan. Walhasil, ia kalah total,
bahkan  berhutang yang harus dibayar dengan 100 mu lahan
milik keluarganya! 
Beruntung sekali semurka apapun ayahnya, ia rela melepas tanah
miliknya untuk membayar hutang-hutang Long Er, sang bandar. Bukan hanya itu,
bahkan keluarga Xu harus meninggalkan rumahnya untuk diserahkan ke Long Er.
Kini dunia berbalik, Long Er menjadi tuan tanah, dan keluarga Xu sangat
terpuruk dan harus menempati petak rumah beratap jerami. Peristiwa ini membuat
ayahnya jatuh sakit dan ahirnya meninggal. 
Tragedi yang menjadi titik
balik Fugui untuk meninggalkan dunia judi.

 

Untuk menghidupi keluarga, Fuhui menyewa tanah 5 mu ke Long
Er. Tak ada pilihan kecuali bertani, dan semuanya mulai tampa baik-baik saja, sampai
kemudian ibu Fuhui sakit. Tak lama kemudian mertua Fuhui menjemput Jiazhen yang
sedang hamil lantaran mereka sudah menjadi miskin.
Beruntung Fengxia tetap bisa tinggal
bersama ayah dan neneknya. Setidaknya, dia bisa membantu bertani, pekerjaan
yang kemudian harus dilaukan keluarga Fuhui.

 

Fuhui kini menjadi pribadi yang tidak banyak tuntutan dan
keinginan. Karena itu, ketika istrinya kembali ke gubuk jerami bersama anak
laki-lakinya yang masih merah (bahkan menggunakan marga Xu, Xu Youqing), ia
menyambutnya sebagai
keberuntungannya. Jiazhen memilih untuk menerima garis hidupnya
bersama Fuhui, apapun yang terjadi. Sayang kebahagiaan tak berlangsung lama.
Sakitnya ibu Fuhui makin parah.

 

Fuhui pergi ke kota untuk mencari tabib bagi ibunya. Tanpa diduga,
naasnya dia ditangkap oleh Tentara
Nasionalis untuk ikut perang. Dia tak bisa mengelak, juga tak bisa melarikan
diri. Di sini, Fuhui lebih akrab dengan Quan Tua dan Chunsheng. Cerita dari
mereka, siapapun yang melarika dir pasti gagal, mereka akan ditangkap lagi, dan
kalau sial para pelarian itu akan dibunuh. Meskipun bayang-bayang kematian
menghantuinya, setelah sekitar dua tahun mereka tersekap bersama Tentara
Nasionalis, pada akhirnya ia memutuskan untuk melarikan diri bersama Quan Tua
dan Chunseng.
Malangnya, Quan Tua tertembak dan mati di depan matanya, sedang ia tak tahu
nasib Chunsheng yang sudah lebih dulu keluar untuk mencari roti karena
kelaparan. Fuhui sudah pasrah jika saat itu kematian menjemputnya.

 

Lagi-lagi Fuhui benar-benar beruntung. Ia dilepaskan dan diperbolehkan pulang. Fuhui
senang sekali saat melihat gubuk jeraminya, istri dan kedua anaknya yang
menyambutnya. Perasaan itu tak berlangsung lama.
Kemalangan kembali menusuki hatinya.
Ibunya meninggal setelah beberapa hari Fuhui pergi ke kota mencari tabib. Bukan
hanya itu, Fengxia menjadi tuli dan bisu setelah sakit demam tinggi saat
ditinggalkannya.

 

Reformasi terjadi. Fuhui bisa dikatakan beruntung karena tanah 5 mu
yang disewa kini menjadi miliknya. Sedangkan Long Er dan para tuan tanah,
seluruh kekayaannya disita, dan mereka dijatuhi hukuman mati. Fuhui merasa
benar-benar
beruntung. Kalau saat ini dia masih menjadi tuan tanah, pasti dialah yang
akan dieksekusi.

 

Walau demikian, kondisi ekonomi main terasa berat bagi keluarga
Fuhui dengan 4 anggota keluarga. Fuhui sangat ingin masa depan anak-anaknya
lebih baik dari mereka. Tapi apa yang bisa diperbuat lebih dari sekarang?
Terpaksa Fuhui dan Jiazhen memutuskan hal yang sangat berat bagi mereka: Fengxia
dialihasuhkan ke keluarga yang mau menerima kondisinya agar mereka bisa
menyekolahkan Youqing. Ini
bukan keberuntungan bagi Fuhui. Meski dianggap
keputusan ini yang terbaik, mereka semua mengalami
patah hati yang menyakitkan, terutama Youqing yang
sangat dekat dengan kakaknya.

 

Tak berselang lama Fengxia bersama keluarga barunya, tiba-tiba ia
pulang di suatu malam. Fuhui merasa harus mengantar Fengxia kembali ke keluarga
barunya. Namun, ungkapan sayang Fengsia dengan bahasa isyarat membuat Fuhui
luluh. Ia akan mempertahankan Fengxia. Kini dia meyakini, Fengxia dan Youqing
adalah karunia, seberat apapun kerja yang harus dilakukan ia tak akan
melepaskan mereka.

 

Takdir memang tak dapat diduga. Jiazhen jatuh sakit. Semakin hari
kondisinya semakin lemah. Meski begitu, Jiazhen tak mau menunjukkan kalau dia
lemah. Dalam sakit, dia terus turut mengelola sawah milik mereka. Ia tak
hiraukan kata dokter bahwa penyakitnya tak bisa disembuhkan. Di saat Fuhui
gulana karena kondisi istrinya,
ia harus menerima takdir kematian Youqing karena kehabisan darah saat
didonorkan ke istri Chunseng yang sedang hamil.
Hatinya sangat hancur. Diam-diam ia menguburkan
sendiri anak lelaki yang menjadi harapannya. Dia pun berbohong ke istrinya
dengan mengatakan kalau Youqing harus diopname karena pingsan di sekolah.
Sebaik apapun Fuhui bersandiwara menyembunyikan musibah ini, Jiazhen
mengetahuinya.

 

Jiazhen yang nyaris putus harapan, akhirnya memiliki semangat
untuk hidup demi gadis semata wayangnya, Fengxia. Fuhui dan Jiazhen sudah
semakin tua. Mereka gelisah karena Fengxia belum mendapatkan jodoh. Mereka
sangta khawatir, apa yang bakal terjadi pada gadisnya jika mereka mati. Takdir
keberuntungan kembali menyambangi
keluarga Fuhui. Dengan bantuan Ketua Regu (pemimpin desa), Fengxia akhirnya
disunting dan dinikahi Wan Erxi, pekerja bangunan yang kepalanya mencong. Para warga
desa tak pernah menduga, pernikahan mereka sangat meriah dan luar biasa, bahkan
membuat iri mereka.

 

Pasangan yang sangat harmonis, begitulah gambaran tentang Fengxia
dan Wan Erxi. Erxi sangat mencintai istrinya. Kebahagiaan mereka, juga Fuhui
dan istrinya, bertambah saat Fengxia hamil. Hari untuk melahirkan pun tiba.
Fengxia akan melahirkan di rumah sakit kota, dimana Youqing meninggal di sana.
Rupanya proses Fengxia melahirkan sangatlah lama. Hingga kabar yangbagai petir
menyambar mereka terima. Sang bayi lahir dengan selamat namun Fengxia mati
karena pendarahan berat.
Fuhui benar-benar hancur. Di rumah sakit ini kedua anaknya mati. Begitu
juga Erxi yang sangat berharap dokter bisa menyelamatkan Fengxia.

 

Duka mendalam ini menyeret Jiazhen pada kondisi yang semakin lemah
dan tak berselang lama ia pun meninggal.
Musibah bertubi-tubi mendatangi Fuhui. Kini ia
lebih sering pergi ke kota untuk menemui menantu dan cucunya, Kugen. Erxi pun,
saking cintanya terhadap Fengxia, ia memutuskan untuk tidak menikah lagi. Ia
makin fokus bekerja dan merawat Kugen.

 

Entah bagaimana takdir sedemikian menguji Fuhui. Pada suatu waktu,
Erxi pun meninggal karena kecelakaan di tempat kerja. Kini Fuhui lah yang
mengasuh Kugen seorang diri. Kugen menjadi menghiburan yang sangat
disayanginya. Di usia yang masih sangat belia, Kugen dengan senang hati belajar
bertani seperti kakeknya. Ia pun tumbuh menjadi anak yang sangat menyenangkan,
rajin, dan bersemangat.

 

Pada suatu hari, kepala Kugen sangat pusing saat mereka berdua
sedang di sawah. Fuhui pun mengajaknya pulang. Dan benar, Kugen sedang demam.
Fuhui menyiapkan kacang yang baru direbus untuk Kugen, sementara dia kembali ke
lahannya untuk melanjutkan memanen kapas. Ketika ia pulang, didapatinya Kugen
tampak tertidur dengan ada kacang di mulutnya. Rupanya ia belum seledai
mengunyah. Fuhui berusaha membangunkannya. Namun rupanya Kugen meninggal karena
tersedak kacang. Kini, tak ada satu orang-orang yang dicintainya disisinya. Ia
benar-benar sendiri. Takdir membiarkannya hidup meski pernah kematian akan
merenggutnya. Di akhir ceritanya, Fugui membeli seekor sapi tua yang sudah
hampir disembelih pemiliknya. Dia memberi nama sapi itu Fugui. Dua Fugui yang
saling menemani dalam menjalani masa tuanya. Dalam sendiri, ia telah mewujudkan
pepatah lama kakeknya, yaitu mengubah ayam menjadi sapi. Meski berulang
kemalangan menimpanya, Fugui yang kian menua lapang dada menerimanya, berbeda
dengan Chunsheng yang memilih bunuh diri.

 

Novel ini benar-benar menyajikan makna hidup dengan menggambarkan
perjuangan warga biasa di tengah pergolakan politik dan revolusi di Cina. Novel
ini juga menyajikan keberuntungan yang bersisian dengan musibah dan kesialan
yang dialami tokoh utama, dan bagaimana si tokoh menyikapinya.

 

Bagaimana menurut kalian? Apakah dia beruntung atau malang bin
tragis? Seberuntung apakah Fuhui? Atau semalang apakah dia?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *