[Kepenulisan] ANTIBODI PENULISAN (bagian pertama)

Banyak yang meminta ke saya agar diajari menulis. Sebuah permintaan yang susah dan mudah untuk memenuhinya. Permintaan itu akan mudah dipenuhi jika hanya sekedar memberikan teori menulis. Namun akan menjadi sulit ketika teori itu ‘tidak mempan dan tidak bisa diterapkan’ seperti yang mereka katakan. Karena sebenarnya sudah sejak sekolah dasar, kita diperkenalkan dengan ketrampilan ‘menulis’ dan sejumlah teori menulis baik fiksi maupun non fiksi. Saat ini, kita juga dapat dengan cepat, mudah dan murah menemukan teori-teori ‘kepenulisan’ melalui media internet. Bahkan kalau kita cermati, hampir semua teori menulis, mempunyai kunci-kunci yang sama.

Oke, pertama sekali yang harus kita ubah adalah cara pandang kita terhadap ‘menulis’. Menulis menurut saya bukanlah bakat dan sesuatu yang turun dari langit begitu saja. Saya ingat kisah Tarzan yang tak mengenal bahasa manusia saat dibawah asuhan simpanse dan seluruh mahluk hutan. Ada apa dengan bahasa manusia bagi Tarzan, sedangkan sosoknya adalah mahluk yang bernama ‘manusia’?

Dalam kisah lainnya di kehidupan nyata, seorang anak kecil bisa menguasai lebih dari satu atau dua bahasa, tentu dengan sebab: diperkenalkan dan diterapkan. Nah, menulis juga sebuah kemampuan ‘bahasa’ atau linguistik. Sebenarnya hanya membutuhkan dua langkah saja untuk bisa menguasai menulis seperti menguasai berbicara: diperkenalkan dan diterapkan. Karena kemampuan bahasa bukanlah bakat apalagi berkah dari langit, melainkan sebuah ketrampilan yang akan semakin dikuasasi jika diasah terus-menerus.

Hampir sebagian besar penulis otodidak, melatih kemampuan menulisnya hanya karena ‘ingin menulis’ saja, tanpa motivasi khusus, dan hanya sebagian kecil saja yang termotivasi ingin menjadi penulis terkenal, ternama, tersohor. Jika kemudian mereka benar-benar menjadi penulis terkenal, itu karena setiap waktu, mereka menanamkan motivasi dan impian itu ke dalam pikirannya dan tertanam kuat di alam bawah sadarnya, sehingga terus memantik semangat dan kecerdasannya untuk mereduksi seluruh hambatan dan alasan yang membuatnya ‘tidak menulis’.
Ya, motivasi dan alasan ‘mengapa saya harus menulis’ merupakan pengaktif antibodi pertama yang harus disuntikkan kepada siapapun, terutama yang ‘ingin menulis’. Sehingga kita mempunyai daya tahan yang kuat untuk mematikan virus-virus malas, enggan, jenuh, merasa selalu lelah, tidak ada mood, merasa dikelilingi oleh banyak ‘pengganggu’. Apalagi jika kita menyadari sudah sangat banyak teori menulis yang sudah kita terima dan pelajari, dan hanya karena hal-hal tersebut (yang sangat tidak layak menguasai diri kita) menjadikan kita tidak menulis.
Wallaahu a’lam bish shawab. [*****]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *