Awal bulan Februari lalu, tepatnya Sabtu (7/2/2015), kami (saya dan mas Siwi Sang) dari Sanggar Kepenulisan PENA ANANDA CLUB, mengajak keluarga pak Hamim untuk berbagi di Pojok Literasi LIIUR FM. Dalam kegiatan rutin yang digelar setiap Sabtu pagi (09.00 – 10.00) dan bisa didengar diseluruh Indonesia melalui jalur streamingnya ini, bapak ibu Hamim dengan 2 putri mungilnya mengisahkan pengalaman hingga kedua putrinya mengenal dunia membaca dan menulis sejak sangat dini.
![]() |
| Keluarga pak Hamim dalam talkshow Pojok Literasi, berbagi strategi jitu untuk mengenalkan tradisi membaca dan menulis sejak usia dini. |
Bu Inin menyingkap rahasia mereka. Sejak kedua putri manisnya bayi, beliau berdua rajin sekali membacakan dongeng. Pak Hamim senang juga membaca, dan aktivitas yang ditunjukkan di hadapan anak-anak mereka adalah membaca. Membaca tabloid Bola. Biasalah, si kecil suka banget nimbrung, pura-pura membaca. Ketika usia 3 tahunan keduanya (saat ini si sulung Edzra sudah berusia 6 tahun, dan si kecil Naza baru saja ulangtahun ke-3), mereka sudah bisa membaca, Edzra kecil mulai bisa memilih bacaan yang dia suka.
“Ini punya ayah. Aku gak mau ah baca punya ayah, gak suka,” kata Edzra saat itu terhadap tabloid Bola yang digemari ayahnya. Mulailah ayah dan ibu Hamim menyediakan bacaan-bacaan untuk usia mereka. Sedemikian banyak, dan saat ini bisa dinikmati Naza juga.
Hal serupa saya temukan di Sabtu (21-2-2015) malam lalu, di Gebyar Literasi ke-2 Trenggalek. Bocah berusia 5 tahun, Abay panggilannya, putra dari seniman Bejo Sandy dan Seyhan Zuleha, belum berapa lama bergabung dengan suasana malam itu, berbisik kepada ibunya,”Aku mau main teater.” Tidak sekali dia mengatakan itu, berkali-kali.
![]() |
| Abay yang mengambil peran dalam perform spontanitas Bejo dan Seyhan, Sabtu (21/2/2015) di Gebyar Lietrasi ke-2 Trenggalek. |
Teater rupanya bagi Abay sama seperti buku bagi Edzra dan Naza. Sama seperti sepeda dan bola bagi anak-anak lain yang permainannya sepeda dan bola.
Apakah baik pasangan pak Hamim maupun mas Bejo sengaja membentuk anak-anak mereka agar mencintai dunia mereka? Ternyata tidak. Cukup tunjukkan dan libatkan mereka dalam dunia yang diyakini akan memberi dmpak baik bagi anak-anak mereka, maka anak-anak akan memasukkan dirinya ke dalamnya dengan sukarela.
Tidak diperlukan teori dan panduan yang memenuhi kepala anak-anak, menyesakkan batin anak-anak, mengebiri kesenangan mereka dengan dunia bermainnya. Yang diperlukan hanya contoh, tauladan, praktek langsung, komitmen orangtua. Karena, anak-anak adalah peniru yang sangat baik. imitator yang andal. Lalu, apalagi alasan untuk mendekatkan anak-anak pada bekal hidup mereka di masa yang akan datang?
Selamat ya Edzra, Naza, Abay… Sambut hari depan kalian dengan terang benderang…
#Bangoan, Senin, 23/2/2015; 10:15


terimakasih mbk…
bagi kami, kepolosannya adalah penampilan yang paling jujur dan selalu menjadi inspirasi.
tetap semangArt!
Ya, tanpa kita sadari, kita terus banyak belajar dari anak-anak, ya, bagi mereka yang masih terus mau belajar…. 🙂