Lega rasanya bisa mengajak mbak Retno, dari Sasana Budhaya Ngesthi Larasati, untuk berkolaborasi dalam pembacaan cerpen Lingkar Serimpi yang saya tulis. Sebenarnya kolaborasi ini telah kami tampilkan di acara Deklarasi Dewan Kesenian Tulungagung di tahun 2013 lalu dengan versi lengkap. Kali ini saya hanya membaca sebagian saja dari cerpen yang menjadi juara I Lomba Cerpen Nasional ASKS IX tahun 2012 lalu.
Selama ini kita lebih mengenal puisi sebagai karya sastra yang dapat diolah kolaboratif dengan karya seni lainnya, dapat pula ditampilkan dalam bentuk musikalisasi. Untuk cerpen? Kalau pun toh ada, masih belum terlalu banyak dikenal. Karena itulah, melalui POJOK LITERASI yang merupakan kerjasama Sanggar Kepenulisan PENA ANANDA CLUB dan 90,9 LIIUR FM Tulungagung hari ini (Sabtu, 28/2/2015), kami memperkenalkan kepada masyarakat, khususnya klan LIIUR, bahwa karya penulisan dapat ditampilkan dalam wujud yang menarik dan kreatif.
Cerpen yang merupakan karya individualistik, dinikmati penggemarnya melalui proses membaca saja, dengan sentuhan-sentuhan seni yang lebih kreatif dapat diwujudkan dalam bentuk lain tanpa meninggalkan keasliannya sebagai sebuah cerpen. Berbeda jika cerpen tersebut telah diolah menjadi sebuah skenario drama atau film, yang kemudian diolah dan alih wahana menjadi tampilan teater atau film.
Bukan hanya dengan tembang macapat saja. Seperti pagi ini, mbak Retno lantunkan megatruh untuk mendampingi Lingkar Serimpi babak awal. Tapi sebelumnya, tahun 2013 lalu, tidak sekedar tembang saja yang berkolaborasi dengan Lingkar Serimpi, tapi juga lengkap dengan gamelan, dan tari Serimpi di pentas panggung.
Menurut Siwi Sang, memang tidak semua cerpen dapat diolah kolaboratif seperti ini. Mungkin yang dimaksud dengan nuansa lokal. Bukan tanpa alasan, karena saat ini, cerpen-cerpen dengan muatan dan nuansa lokal masih sangat minim. Padahala, sebagaimana yang dicontohkan mas Denny (penyiar LIIUR FM), justru ajang-ajang kompetisi internasional lebih besar nilainya ketika dapat mengusung potensi, nilai, dan nuansa lokal dengan kental.
Menarik sekali. Bagai gayung bersambut, karena baru saja (Kamis, 26/2/2015) lahir di Tulungagung kelompok pelajar yang telah berlatih untuk menuliskan potensi dan kekayaan kearifan lokal dalam karya-karya berupa cerita pendek. Mereka menamakan diri Komunitas PECEL (Penulis Cerita Lokal). Bukan tidak mungkin, karya-karya mereka, satu demi satu akan menjadi bagian kekayaan seni literasi Tulungagung.
Salam inspiratif.
Salam literasi.
#Bangoan, Sabtu, 28/2/2015; 12:50