Lagi-lagi saya akan menuliskan pengalaman saya saja. Masih dari ruang pembelajaran, baik dari bilik Kelas Menulis maupun Pelatihan Penulisan. Sebelu saya cerita, sahabat pembaca dalam menjawab pertanyaan saya ini. Cobalah tulis, kendala dan tantangan apa saja yang sahabat temui saat menulis. Begitu pun, cobalah sahat rinci pengalaman-pengalaman menarik dan hal yang sahabat anggap mudah dalam proses menulis naskah.
Salah satu cara dapat melakukan segala hal dengan mudah dan menyenangkan adalah dengan mengenali potensi positif dan negatif dalam pekerjaan itu, yaitu dengan mempertahankan bahkan meningkatkan potensi positif, dan menemukan solusi dari setiap potensi negatif.
Coba sekarang sahabat lihat dari kedua daftar yang sudah sahabat buat. Mana yang lebih banyak? Kendala dan tantangan yang merupakan potensi negatif, atau pengalaman-pengalaman menarik yang merupakan potensi positif? Jika potensi positif yang ada pada diri sahabat, sangat luar biasa. Teruslah memegangnya sebagai senjata paling ampuh dalam berkarya.
| Dok. Asakita |
Sebagaimana saya tuliskan di paragraf awal, saya akan cerita dari bilik Sanggar Kepenulisan PENA ANANDA CLUB yang telah mendampingi lebih dari 300 siswa mulai dari tingkat SD sampai SLTA (sejak tahun 2008 – sekarang), daftar yang paling menonjol adalah potensi negatif. Apa sajakah itu?
- Waktu terbatas.
- Sulit memulai tulisan.
- Gak punya ide.
- Ide hilang mendadak di tengah-tengah proses menulis, macet.
- Kehilangan mood.
- Banyak gangguan, misalnya dari orangtua atau saudara.
- Gak pe-de, karena idenya biasa-biasa saja.
- Takut dikritik pembaca.
- Gak didukung orangtua dan guru.
- Sulit mencari kata-kata.
- Sulit menemukan konflik.
- Sulit membuat klimaks.
- Ceritanya gak fokus, jadi kemana-mana.
Sahabat ingin menambahi atau menguranginya? 🙂
Jika benar-benar dicermati, minimal 13 alasan yang tersebut di atas, hanya beberapa saja yang berasal dari luar diri penulis, sebagian besar muncul dari dalam diri penulis. Padahal, melawan musuh yang ada diluar diri dengan yang tak kelihatan (dari dalam diri), lebih sulit yang berasal dari diri sendiri. Bagai musuh dalam selimut. Kita anggapnya wajar-wajar saja, lalu memakluminya, mengasihani diri sendiri tanpa ada niatan melakukan perlawanan atau langkah yang dapat menghilangkan segalam kelemahan itu. Akan sampai kapan kita menganggap musuh ini layak menguasai diri kita? Sampai kita benar-benar yakin kalau kita tak dapat menulis?
Oh tidak…
Mantal block ini akan menjadi pemenang jika kita membiarkannya begitu saja. Tak ada kata lain kecuali; lawan!!!
Bagaimana cara menaklukkannya?
- Mempelajari teori memang menjadi salah satu senjata dalam menaklukkannya. Tapi itu… hanya memberikan kontribusi sebesar 1% saja. Tidak lebih. Sebanyak apapun teori yang kita terima, tanpa sedikit demi sedikit kita praktekkan, semua teori itu hanya akan menjadi endapan yang lengket di dasar ingatan, bagai pati atau ampas kopi dalam gelas.
- Tekun menulis sembari melatih kita mengelola tumpukan informasi, fakta, data, dan pengalaman yang kita miliki menjadi satu informasi baru dengan kemasan sesuai dengan minat dan selera (fiksi atau nonfiksi). Pilihlah waktu yang paling menghadirkan mood untuk menulis. Setiap orang akan berbeda-beda, mungkin pagi, sore, atau malam. Disaat itulah, menulislah, satu topik selesai sekali duduk. Jika belum bisa menulis panjang, ya tulislah pendek saja, asal tuntas.
- Berkumpullah dengan teman-teman, orang-orang yang memiliki minat dan semangat yang sama. Buatlah geng, komunitas, perkumpulan, untuk berbagi dan belajar bersama, tidak hanya soal penulisan, tapi topik-topik dan segala macam pengetahuan yang diperlukan untuk mengayakan tulisan kita. Kekayaan penulis adalah ide dan informasi. Jadikanlah geng sahabat sebagai kolam, kalau perlu sebagai samudera, untuk berenang dan melahap keduanya (ide dan informasi).
Tentu kita tak ingin membiarkan musuh-musuh kreativitas kita berlama-lama mendekam dalam diri kita. Ya sudah, mari kita taklukkan sejak sekarang juga.
Salam literasi.
#Bangoan, Sabtu, 28/2/2015; 21:08