Nanti tepat tengah malam adalah akhir hari ini dan awal hari besok Setiap Sabtu tengah malam adalah pergantian pekan berikutnya. Setiap tanggal 31 Desember tengah malam, disongsong dengan kembang api dan terompet, menandai tahun telah berganti. Demikian sederhananya dan tanpa sadar terlewati dengan tak kalah sederhana, mengalir bagai air, terserah apa kata takdir.
Euforia resolusi tahunan yang selalu meramaikan bulan ke-12 tiap tahun, terasa berkurang tahun ini. Resolusi yang ditetapkan dengan sejumlah indikator, memperhitungkan beberapa variabel, tahun ini tak seseru tahun-tahun sebelumnya. Namun, selalu ada kabar baik dari kebiasaan yang berubah. Sesuatu yang layaknya kita lakukan dengan lebih khidmat, kini kian mendapat tempat.
Apakah itu?
Menulis!!! Ya… Menulis!!! Lebih khususnya: menulis peristiwa.
Alasan itu pula yang membuat saya menerima tawaran Salman Mahir Cerdas (SMC) yang disampaikan Buroqi Tarich Siregar (sahabat lama banget) untuk mengisi kegiatan ke-2 tahun ini dalam bentuk workshop. Sama seperti workshop mendongeng yang semua pesertanya adalah para bunda, workshop ini pun saya mensyaratkan ada keluaran berupa tulisan peristiwa. Maka digelarkan Workshop Menulis Peristiwa, alih-alih workshop jurnalistik, oleh SMC.
Gambaran saya, pesertanya adalah angkatan muda, karena itulah pada salah satu contoh materi penulisan lead, saya menuliskan:
Puluhan
angkatan muda gerakan dakwah Salman di penghujung tahun 2020 mengikuti Workshop
Menulis Peristiwa yang diselenggarakan SMC. Sebagaimana anggapan secara umum,
menulis merupakan aktivitas yang memerlukan effort besar. Tidak beda dengan
aktvitas lain selama pandemi, kegiatan ini pun diselenggarakan secara daring
selama tiga hari berturut-turut, tanggal 28-30.
Faktanya, saya kecele total. Lebih dari 70% adalah para senior saya baik dalam gerakan dakwah Salman ITB atau alumni almamater yang sama. Bukan lantaran pantang surut, saya tetap melanjutkan penyampaian materi yang sudah saya siapkan jauh hari sebelumnya. Namun, sama seperti SMC, kami harus melanjutkan misi, yaitu menggerakkan kebiasaan menulis peristiwa sebagai aktivitas harian yang dikhidmati semua peserta, termasuk saya tentunya.
Workshop hari pertama kemarin (Senin, 28/12) dilaksanakan melalui zoom dan dihadiri 20 orang, termasuk saya dan neng admin. Selama 60 menit saya gunakan untuk menyampaikan uneg-uneg saya plus curhat 😅 tentang lika-liku menjalani penulisan sejarah, yang nota bene saya tidak berlatar sejarawan. Tentu saja sejarah tidak selalu harus ditulis oleh sejarawan, yang tugas mereka menemukan analisa makna dan hal pelik diluar penulisan sejarah, tapi juga bisa dilakukan oleh pelaku sejarah maupun “pihak yang berkepentingan”.
Dari banyak manfaat menulis peristiwa, saya menitiktekankan pada 3 hal saja:
Pertama, tulisan-tulisan peristiwa ini akan menjadi dokumen dan sumber otentik dalam penulisan sejarah. Terlebih saat ini, kita dapat dengan mudah menyimpan atau mempublikasikan tulisan-tulisan itu dengan media daring. Teknologi internet selama lebih dari satu dekade terakhir ini sudah sangat membantu para penulis, termasuk jurnalis warga, untuk mendokumentasikan ragam peristiwa, yang tidak saja berupa bad news, namun juga good news. Teknologi ini juga telah mendorong kelahiran banyak sekali penulis baru yang tersebar di beragam plaatform penulisan. Jadi, kita dapat memanfaat teknologi ini untuk menyampaikan ragam peristiwa sesuai dengan prinsip jurnalistik yang kelak dapat digunakan sebagai sumber-sumber penulisan sejarah.
Kedua, di setiap peristiwa tersimpan makna, dan rangkaian-rangkaian peristiwa akan memberikan pesan berharga untuk membuat sejarah di masa berikutnya. Dengan mempelajari makna dan hikmah, manusia mempunyai kesempatan untuk menjadi lebih baik dan mulia dari masa sebelumnya. Maka, tulisan-tulisan peristiwa (yang sekali lagi menjunjung tinggi prinsip jurnalistik) akan menjadi warisan berharga untuk meningkatkan kualitas hidup generasi lebih lanjut. Meskipun, analisa makna peristiwa baru dapat dirumuskan ketika peristiwa demi peristiwa ini diabadikan sebagai naskah sejarah.
Ketiga, penulisan peristiwa yang komplit dan sesuai dengan prinsip/nilai jurnalistik, yang kemudian dituliskan sebagai jejak sejarah, akan mempertajam high order thinking skills, dengan meningkatkan pemahaman diri, prinsip-prinsip moral, nilai, menanamkan orientasi tentang masa depan, bagi para pembacanya.
Workshop ini tidak memfokuskan pada salah satu produk jurnalistik. Seluruh keluarga besar workshop yang berjumlah 20, dapat menuliskannya dalam format straight news, in-depth news, feature, atau artikel. Produk-produk jurnalistik ini cukup tepat sebagai kemasan pengabadian peristiwa yang tersampaikan secara terstruktur.
Nama kegiatan ini memang worskhop, karena semua diharapkan menyampaikan minimal satu keluaran. Namun secara pribadi ini adalah ruang reuni dengan para pelaku-pelaku sejarah yang sangat hebat. Saya merasa sangata tersanjung mendapatkan kesempatan ini.
Terlepas dari kecelenya saya, saya sangat menginginkan workshop-workshop kepenulisan menjadi salah satu budaya aktivitas lembaga dan komunitas, sehingga rantai sejarah tak akan putus, terlebih saat ini mayoritas manusia dunia sudah menjadi warganet yang sangat aktif.
Tiga hari ini, kita sedang mengakhiri 2020 dengan sangat baik. Insha Allah.
Salam literasi 👆👆👆


Mantap sekali. Terimakasih telah berbagi ilmu dan pengalaman.
Terima kasih suhu atas kunjungannya….. 🙂
Banyak pengalaman teman-teman yang mengayakan saya, termasuk tips-tips jitu penulisan bang Jufran, hehe