Let’s Read, Perpustakaan Keluarga Kita

Membaca Yang Menyenangkan



Jika mengingat masa kecil anak-anak, tak terkira syukur melihat mereka
tumbuh dewasa seperti saat ini. Ketiganya sangat istimewa bagi saya. Siapa lagi
yang bakal memuji mereka kalau bukan bundanya sendiri, kan? Hehehe.

Ketiga anak-anak lahir di rentang pertengahan hingga akhir tahun 90an.
Momentum yang paling berpengaruh saat itu adalah krisis ekonomi. Sementara,
sebagai keluarga muda, suami baru mengenal wilayah Bandung (mengikuti saya yang
menuntaskan kuliah), juga tertatih-tatih membangun fondasi ekonomi keluarga.
Jadi bisa dibayangkan betapa seretnya keuangan keluarga. Jangankan untuk
membeli buku, untuk kehidupan sehari-hari, kami harus banyak perhitungan.
Padahal semua anak-anak menyusu ASI penuh, tanpa susu formula.

Salah satu koleksi Let’s Read, Festival Egrang Sutiha, dengan mudah diakses dan dibacakan pada anak-anak kita.


Saat itu, kami sudah tahu betapa pentingnya mendongeng, membacakan
buku, mengajak bicara anak-anak sejak dalam kandungan. Akan tetapi kondisi saat
itu sangat tidak memungkinkan kami rutin membeli buku. Tidak seperti saat ini,
orangtua bisa dengan mudah mengakses buku elektronik, gratis pula, dari Let’sRead. Buku berkualitas pertama yang kami koleksi dan kadokan untuk anak-anak terjadi setelah si sulung hampir setahun. Saat itu, saya seperti mamak yang mabuk untuk
membayar “hutang” membacakan buku, bermain dan berekspresi dengan buku, dan segalanya
bersama buku. Membaca menjadi satu prosesi yang sangat menyenangkan diantara kami.
Ada yang tanya nggak ya,
sebelum punya buku berkualitas, apa yang saya lakukan ke si sulung?
Buku berkualitas itu yang bagaimana?

Majalah dan buku sudah menjadi penghuni rumah sejak saya kuliah.
Bacaan apa saja saya baca lantang sejak saya hamil, tidak hanya saat membaca Al Quran.
Buku bacaan yang banyak beredar saat itu sedikit gambar, atau kalau buku
bergambar, gambarnya pun tidak dinamis, alias dari halaman ke halaman, hanya
ada perubahan sedikit saja. Saat ini, buku yang demikian masuk dalam kategori kurang
berkualitas
terlebih untuk usia dini. Karena gambar termasuk teks yang
seharusnya sarat pengetahuan, informasi, dan memancing imajinasi.
Selain itu, saya lebih banyak mendongeng baik folklor yang masih lekat
di ingatan atau cerita yang saya karang sendiri secara spontan. Setiap Zaki (si
sulung) menatap lekat saat saya mendongeng, saya terpukau akan dongeng saya
sendiri, yang pastinya “entah kualitasnya”. Namanya juga “spontan”. Saya
bersyukur melakukannya, sehingga melihat Zaki tumbuh percaya diri, penuh rasa
ingin tahu, banyak celoteh dan imajinasinya, meski pun dia senang sekali
membuat gambar sketsa sejak bisa memegang pensil. Itu potensi unik, begitu kata
Luna, teman jurusan FRSD ITB, saat itu.
Sekarang, tak ada lagi alasan sebagaimana lebih dari 20 tahun lalu.
Selain mudah untuk mendapatkan bacaan yang berkualitas, kita juga bisa
mendapatkan dengan biaya yang super tipis, hanya untuk kuota internet! Ya,
karena buku-buku untuk anak sejak usia dini sudah tersedia dalam format ebook, disediakan oleh Let’s Read!
Lebih dari 60% penduduk Indonesia sudah mengakses internet, konsentrasi
terbesar ada di Pulau Jawa. Internet sudah menjadi kebutuhan primer. Bahkan
dalam sehari, rata-rata pengguna internet memanfaatkan rata-rata 4 jam sehari
berinternet. Uang yang dialokasikan untuk internet minimal tiga ratus ribu rupiah
sebulan untuk satu keluarga. Jika dianggap investasi, maka mengakses dan mengunduh Let’s Read
untuk dibacakan ke anak-anak kita, adalah investasi yang super luar biasa.
Bagaimana saya mengonversikan pengalaman masa lalu di jaman sekarang?
Ayah bunda tak perlu risau kehabisan cerita. Tersedia ratusan
cerita di Let’s Read yang disajikan dalam lebih 10 bahasa. Tinggal tanya ke
anak kita saja, mau diceritakan tentang apa, lalu masukkan ke kolom “cari” dan
klik. Belum tentu semua yang diinginkan anak kita sudah tersedia. Karena itu
kita bisa tunjukkan beberapa cerita yang hampir sama, atau mengubah
ketertarikannya dari cerita yang diinginkan. Ayah bunda tak perlu lagi
mereka-reka cerita, seperti saya karena sulit mendapatkan buku dan belum dapat
mengakses internet jaman itu.
Gambar yang kreatif dan super imajinatif adalah salah satu ciri
karya-karya yang diterbitkan di laman Let’s Read. Dari halaman satu ke halaman
lainnya, dijamin tidak ada gambar yang nyaris sama, sehingga menjadi stimulus tersendiri
bagi orangtua dan anak untuk mengembangkan cerita, belajar, dan bermain.
Orangtua dan anak berkesempatan mendiskusikan banyak hal dari teks visual
(gambar) saja. Seperti cerita saya tadi, buku yang demikian berkualitas, belum
kami temukan saat anak-anak kami batita.
Semacam perpustakaan keluarga tapi tak memerlukan ruang khusus.
Semua anggota bebas mengakses bahkan dalam waktu bersamaan dan menikmati
bersama, kapan saja, di mana saja. Perpustakaan keluarga ini juga sangat simpel
jika sedang bepergian, tidak menambah berat barang bawaan sebagaimana kami
puluhan tahun lalu.

Jejak peninggalan lebih dari 20 tahun silam, bacaan anak-anak yang membuat mereka mencintai dunia baca dan kehidupannya saat ini.

Saya sangat menikmati waktu-waktu mendongeng dan membacakan buku untuk
anak-anak. Setelah sekian tahun erlalu dan mereka tumbuh dewasa, saya mendapat
anak-anak saya mencintai dunia membaca dan menikmatinya dengan cara-cara yang
berbeda. Kedua anak perempuan, selain membaca, kemampuan menulisnya pun
berkembang baik. Ketrampilan berbahasa tampak melalui tatanan kalimat dalam
tulisannya dan tugas-tugas kampusnya. Pasti bukan kebetulan, mereka berdua
menggumuli jurusan bahasa Inggris. Sementara si sulung melanjutkan minat sejak
balitanya, bermain grafis sambil menekuni bisnis masa kini.
Meskipun Let’s Read memberi kesempatan luas untuk memberikan menu
bacaan yang membuat anak-anak suka buku, suka cerita, suka membaca, tapi jika anak-anak
dibiarkan mengakses gawai, berpeluang membuka laman lain yang mungkin berbahaya
bagi mereka. Jika dulu, kami selesai membacakan buku, dengan tenang kami
meninggalkan mereka dengan buku-buku itu. Mereka akan sesekali mengeksplorasi
buku itu ditengah waktu bermainnya.
Jadi, perpustakaan keluarga Let’s Read memang sarana yang semakin
mendekatkan emosional kita dan anak-anak kita karena kebersamaan saat membaca.
[***]

11 thoughts on “Let’s Read, Perpustakaan Keluarga Kita

  1. Ma Syaa Allah tabarakallah … Masa kecil yang indah, penuh kasih sayang dan Ilmu akan senantiasa melekat dalam diri anak2, warisan abadi selain nama .. Barakallahu fiik, bu.

  2. Jadi ingat, saya dulu punya catatan harian sejak anak pertama lahir.
    Sayang saat kami pindah, dari Bandung Jabar ke Tulungagung, ada berkardus-kardus barang yang kemudian hilang (kami titipkan dan saat akan kami ambil, tidak jelas lagi tempatnya di mana, menurut yang kami titipi).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *