Tepat pertengahan Agustus (15/8), saya mendapatkan WA dari
salah seorang mahasiswa IAIN Tulungagung yang sedang ber-KKN di Desa Banjar,
Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek. Widya namanya. Atas nama kelompoknya,
ia meminta kesediaan saya mengisi parenting
yang menjadi salah satu pilihan kelompoknya di kegiatan KKN Revolusi Mental
mereka.
Semula saya kira inisiatif mereka berawal dari salah seorang
Relawan Pena Ananda Club yang kebetulan juga ber-KKN di Trenggalek (Kecamatan
Pule, ternyata), atau salah satu dosen yang juga mengampu LP2M IAIN Tulungagung
yang beberapa hari sebelumnya berkunjung ke sanggar dan berdiskusi banyak
tentang literasi pada masyarakat. Ternyata tidak. Setelah sampai di posko
mereka (Posko I) barulah saya mendapat kejutan, ternyata salah satu dari mereka
pernah berkegiatan bersama di Pena Ananda Club.
Bahagia”. Waah…. Siapa yang tidak ingin bahagia, coba? Dan, bahagia itu
yang bagaimana sih? Berapa banyak waktu yang kita lalui dengan kebahagiaan? Tak
dipungkiri, semua kita pasti igin sekali sangat bahagia bersama anak-anak kita,
bersama keluarga kita. JJJ
mengurangi kebahagiaan kita. Apalagi dunia yang kian terbuka dengan internet,
macam-macam gangguannya tanpa kita sadari. Tidak semua grup-grup media sosial yang
kita ikuti memberi dampak peningkatan kebahagiaan kita lo. Ya nggak ibu-ibu?
Tidak pula berita atau “hiburan” sekali pun, alih-alih berhasil mempertahankan
kadar kebahagiaan kita, yang terjadi malah memerosotkan. Yang mengkhawatirkan
adalah kondisi emosi setelah berinteraksi di dunia maya terbawa ke kehidupan sosial
sekitar dan keluarga. Bagaimana menurut ibu-ibu? JJ
kalau diri kita sedang depresi yang sama artinya dengan menurunnya atau
menghilangnya kebahagiaan kita. Penurunan pun kadarnya berbeda, gejalanya macam-macam, dan tentunya semakin cepat kita
mengenali, semakin mudah menemukan solusinya. Nah, kalau kita mengabaikan dan
meremehkan kondisi kita, tanpa kita sadari juga akan mempengaruhi hubungan dan
pengasuhan kita pada anak-anak. Kalau kita tidak bahagia, bagaimana mungkin
anak-anak bisa tumbuh sehat dan berkembang dengan bahagia pula.
membincangkan hal seserius itu, tentang data dan pengenalan gejala depresi. Oh
tidak… Ini bukan kelas psikologi, kok bu… Saya mengajak ibu-ibu membincangkan pengalaman-pengalaman
dalam pengasuhan keseharian, seperti cara meminta (memerintah) anak melakukan
sesuatu, melarang anak melakukan sesuatu, bermain dengan anak dan jenis permainannya,
dan lainnya. Ini adalah cara sederhana untuk secara bersama melihat siatuasi
hati dan emosi bersama pagi itu.
Menurut para peserta yang mayoritas perempuan (beberapa
peserta belum berkeluarga), kegiatan parenting
atau membahas tentang parenting di
pertemuan-pertemuan komunitas, kelompok, orgaisasi belum pernah ada di sini. Jadi
boleh dibilang ini pertama kali bagi mereka. Pasti penasaran, apakah obrolannya
bakal menarik, atau membosankan karena full ceramah… hehehe
untuk bernyanyi dan menari. Suasananya pun mejadi sangat cair dan hangat,
sehingga obrolan pun mengalir dan terbuka. Peserta yang semula tampak cemberut
(saya tak menanyakan penyebabnya), enggan berinteraksi di awal kelas, berubah
menjadi sumringah, tersenyum bahkan tertawa, aktif dan komunikatif. Mereka
tanpa ada ganjalan menceritakan pengalaman pagi hari ini bersama dengan
anak-anak mereka….
![]() |
| “Hari ini kita bermain, bergembira, dan bahagia bersama ya ibu-ibu…” (Foto:Pokja I KKN RM IAIN Tulungagung)) |
Kepada peserta yang hadir, saya sampaikan untuk tidak perlu khawatir.
Kehadiran mereka sudah jadi indikasi, kalaupun sedang berkurang kebahagiaannya
hari itu, kadarnya penurunannya sangat sedikit. Buktinya mereka masih bersedia
berkumpul dan beraktivitas bersama. Apalagi kelas parenting kali ini saya mengajak mereka bermain, mengingat
kegembiraan masa kecil dulu, dan mengembalikan kebahagiaan yang terkikis entah
karena “apa”.
and happiness…. Inilah yang saya resepkan, cara yang paling mudah, murah,
gampang untuk dilakukan. Namun seringkali pada awalnya sangat enggan dan berat.
Ya sama dengan saat tiba waktu minum obat, malas minta ampun, padahal sudah
meyakini kalau obat itu menyembuhkan. J
Apalagi kalau “membacakan” pada anak-anak kita. Saat melihat ekspresi anak kita
yang hangat, senang, dan memanja saat mendengar kita membacakan buku untuknya, hormon
pembangkit rasa senang dalam tubuh kita bekerja dan mengobati hati kita yang
mungkin sedang sedih atau tak bersemangat. Perlahan kita akan kembali bahagia.
Bukan hanya kita, tapi anak-anak kita juga akan mendapatkan pengasuhan yang
ramah dan membahagiakan, hingga mereka pun jadi bahagia.
![]() |
| Membacakan buku ke anak secara nyaring, tidak hanya bermanfaat dan membahagiakan anak-anak, tapi juga membahagiakan dan menterapi hati pembacanya. (Foto: Pokja I KKN RM IAIN Tulungagung) |
Di penghujung waktu, saya hanya sempat mengenalkan teknik membaca nyaring kepada ibu-ibu, tanpa
sempat memberikan waktu untuk praktek bersama. Yah, bagaimana lagi karena waktu
sudah menjelang tengah hari.
![]() |
| Kami akan bahagia hingga anak-anak kami tumbuh dan berkembang dengan bahagia demi masa depan luar biasa. (Foto: Pokja I KKN RM IAIN Tulungagung)) |
Semoga bisa bersua dengan banyak ibu keren di sepenjuru
Nusantara…
Salam hangat, salam bahagia, salam literasi….









Terima kasih telah bersinergi dengan temen2 KKN Banjar. Syukran jazilan atas ilmunya..
Apresiasi sekali untuk rekan-rekan KKN Banjar yang berinisiatif menyajikan konten penting untuk masa depan anak-anak, keluarga, dan perempuan Banjar. Barakallah…