BALI DESA, Kembali Ke Desa [2]

READING FOR HAPPINESS:
Menggembirakan Dan Menghangatkan Anak Lewat Membacakan Buku.
Sesungguhnya
tidak cukup jika mengenalkan literasi di desa hanya pada tiga kelompok ini,
karena banyaknya komunitas yang ada di wilayah desa. Memilih tiga kelompok ini
lebih didasarkan pada pertimbangan “lembaga terkecil” di masyarakat adalah “keluarga”,
dan ketiganya adalah komponen dalam keluarga: anak-anak, remaja, orangtua (dan
orang tua).

Membacakan buku pada anak-anak yang dilakukan oleh relawan Pena Ananda Club saat BALI DESA di tempat wisata Tunjung Biru, Desa Geger, Sendang, Tulungagung, Minggu (20/1/2019). (Foto; PAC)

Reading for happiness adalah energi
yang selama ini kami usung dalam setiap gelaran baca. Karena itu kami selalu
menamainya Pesta Baca, Cangkruk Baca, atau Eduwisata
yang memberikan konotasi kesenangan, kegembiraan, kehangatan, dan kebersamaan,
seperti yang Pena Ananda Club dkk laksanakan di Desa Geger dan Pantai Sine.
Jadi bukan hal yang baru lagi.

Lalu,
apa hal yang baru dari kemasan reading
for happiness
?
Jika
dulu seperti di Cangkruk Baca dan Kreasi, Pesta Baca, dan lainnya, membacakan hanya diperuntukkan bagi
balita, sejak tahun ini, reading aloud
(membaca nyaring) justru menjadi prioritas dan inti dari kegiatan membaca. Saat
itu, membacakan hanya diperuntukkan bagi anak-anak yang belum bisa membaca.

Dengan
pertimbangan manfaat besar dari kegiatan “membacakan”, maka aktivitas ini tidak
hanya diperuntukkan bagi anak-anak yang belum mengenal aksara, tapi bagi anak
segala usia. Energi kasih sayang, perhatian, kehangatan, yang hadir dalam
proses “membacakan buku” akan terserap dan tersimpan bersama citra “membaca itu
menyenangkan dan membahagiakan”.

Memberikan kenangan yang menyenangka, menghangatkan, menguatkan kasih sayang, melalui membacakan buku secara rutin, akan mendekatkan anak-anak kepada buku dan kegemaran membaca. Desa Mangunsari, Kedungwaru, Tulungagung, Minggu, 24/3/2019. (Foto: PAC)
Para
relawan melakukan hal ini pada anak-anak usia 12 tahun ke bawah. Dalam
koordinasinya, mereka adalah putra-putri PAUD/TK dan SD. Ini adalah kelompok
pertama dalam BALI DESA. Para orangtua dan guru yang mendampinginya, diharapkan
tidak terlibat secara langsung, dan masuk pada kelompok ketiga dengan kegiatan
khusus, yaitu
parenting.
Buku-buku
yang dibacakan lebih diutamakan buku bergambar (picture books), selain lebih menarik, singkat, gambar-gambarnya
merangsang imajinasi anak-anak sebagai stimuli komunikasi interaktif antara
pembaca dan anak-anak.
Pembacaan
dilaksanakan dalam kelompok-kelompok kecil, sehingga perhatian relawan bisa
maksimal kepada anak-anak. Menyanyi dan menari bersama menjadi selingan untuk
membuuh kejenuhan selama 2 jam membaca bersama kelompok.
Tentu
banyak hal yang menjadi pengalaman unik bagi para relawan. Anak-anak yang
heterogen, baru pertama kali bertemu dengan para relawan, harus berpisah dengan
orangtua dan guru selama kegiatan berlangsung, ada juga yang memerlukan
perhatian ekstra. Relawan dituntut untuk menyiapkan cara pendekatan sejak awal,
sehingga tetap dapat membangun kepercayaan dengan anak-anak istimewa ini.
Sayangnya, orangtua anak-anak istimewa ini mungkin merasa khawatir dan malu
karena anaknya dianggap “rewel, mengganggu teman, tidak penurut” dan sebutan
lain yang mendorong para orangtua dan guru melakukan intervensi, dengan harapan
“tidak merepotkan relawan”. Padahal kehadiran relawan adalah memang untuk “repot
bersenang bersama anak-anak”. Hehehe……

Keriangan anak-anak ketika beinteraksi dengan relawan sambil mendengarkan buku yang dibacakan. BALI DESA di Desa Gendingan, Minggu (24/3/2019). (Foto: PAC)
Kegiatan
reading aloud for happiness adalah
kegiatan yang sangat sederhana, dapat dilakukan setiap hari, dan dapat
dilakukan secara massal seperti saat BALI DESA oleh komunitas desa, seperti
Karang Taruna atau Forum Anak Desa. Pelaksanaan massal dapat direalisasikan 1-2
minggu sekali, relatif tidak
 memerlukan
biaya khusus, dan sekaligus sebagai ajang silaturrahim anak muda dan keluarga
di desa itu. 
Terlebih
saat ini semua desa wajib menyediakan Perpustakaan Desa yang dapat dianggarkan
dari Dana Desa. Kegiatan ini membawa pesa agar Pemerintah Desa lebih
memfokuskan belanja buku untuk anak-anak dan remaja sebagai koleksi
Perpustakaan Desa. Pembiasaan dan pembudayaan hanya bisa diwujudkan dengan melakukannya
secara rutin dan berkesinambungan.
(Bersambung)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *