Merajut Dolanan Tradisional Lewat Festival

Dolanan apa saja yang kita mainkan di masa kecil dulu? Wah, kalau dikumpulkan pasti jumlahnya puluhan. Tergerus permainan-permainan modern, dengan kelengkapan yang diproduksi masal oleh pabrik, dan kini disajikan lebih menarik dan “hidup” lewat internet yang dapat dengan mudah diakses, dolanan masa lalu semakin jauh dari kehidupan anak-anak zaman now.

Pemukulan kendang seretak oleh Dirjen Kebudayaan emdikbud RI, Camat Kedungwaru, Ketua Kemah Budaya, sebagai tanda dibukanya Festival Permainan Tradisional di Kecamatan Kedungwaru, Minggu (24/2/2019) berlokasi di Omah Gajah, Desa Simo, Kec. Kedungwaru, Tulungagung. (Foto. Dok. Pena Ananda Club)

Setidaknya, minimal ada 20 dolanan yang kemarin hari Minggu, 24 Februari, disajikan oleh anak-anak dari 19 Forum Anak Desa dan 1 Forum Anak Kecamatan Kedungwaru melalui Festival Permainan Tradisional dalam koordinasi Forum Komunikasi Karang Taruna Kecamatan Kedungwaru, dan Relawan Pena Ananda Club mengambil peran sebagai pedamping kelompok pemain. Masing-masing kelompok yang terdiri dari anak-anak usia SD menyajikan 1 jenis permainan tradisional, lebih khusus lagi permainan yang memiliki unsur aktivitas fisik (gerak). Keduapuluh permainan itu adalah:
1. Betengan
2. Gobak Sodor
3. Balap bathok
4. Sepur-sepuran (slepdur)
5. Kekehan (gasing)
6. Bedhil-bedhilan (tembak-tembakan)
7. Balap ban
8. Seprengan
9. Egrang
10. Balap bangkiak
11. Gedrik
12. I ol
13. Enthik
14. Tarik tambang
15. Wok-wokaan
16. Cirak
17. Lompat tinggi
18. Balap karung
19. Boi-boian
20. Dhelikan

Dirjen Kebudayaan meyaksikan salah satu permainan, Enthik, di area festival. (Foto. Dok. FKKT)

Dirjen Kebudayaan juga hikmat meyaksikan permainan Gedrik. (Foto Dok. Pena Ananda Club)

Dirjen Kebudayaan Kemdikbud RI, bapak Hilmar Farid, dalam sambutannya merasa sangat antusias menyaksikan antusiasme anak-anak Kedungwaru. Beliau juga menyampaikan bahwa Festival Permainan Tradisional yang dilaksanakan Kecamatan Kedungwaru sebagai role modle penyelenggaraan di daerah lain, karena Kecamatan Kedungwaru sebagai penyelenggara pertama di Indonesia. Sebagai penghargaan, Ditjen Kebudayaan Mendikbud RI akan mengundang perwakilan penyelenggara Festival Permainan Tradisional Kecamatan Kedungwaru di Pekan Kebudayaan Nasional yang akan dilaksanakan di bulan Oktober di Kalimantan. Penghargaan ini disambut riuh tepuk tangan wujud penghargaan kembali kepada Dirjen Kebudayaan.

Diluar perayaan meriah yang dilaksanakan di sekitar Omah Gajah Desa Simo, Kedungwaru, Tulungagung, semua komunitas yang terlibat sejatinya sedang menguatkan kesadaran bersama, sebagaimana terungkap melalui beragam perbincangan baik secara langsung maupun di dalam grup WA.

Pertama, kerja kolaboratif memudahkan untuk mewujudkan cita bersama. Mewujudkan kerja kolaboratif sebenarnya bukan hal yang mudah, karena setiap pihak yang terlibat memilki hal-hal yang saling berbeda. Secara alami, diperlukan waktu lama untuk mengomunikasikan perbedaan-perbedaan tersebut hingga tersepakati persamaan dalam cita-cita dan nilai yang diusung bersama. Padahal, persiapan meuju Festival Permainan Tradisional ini hanya 4-5 hari. Kuncinya adalah: kepercayaan kepada pemimpin, kepercayaan tanpa syarat bahwa apa yang diputuska dan sepakati antar pemimpin adalah yang terbaik. Waktu singkat itu ibarat situasi dan kondisi dalam keadaan darurat. Fokus semua yang terlibat tak ada lain kecuali “untuk yang terbaik” dan “meminimasi terbuangnya potensi secara percuma”. Tentunya keputusan pak Camat Kedungwaru untuk menerima untuk menyelenggarakan kegiatan ini.

Dirjen Kebudayaan berfoto bersama panitia unsur Karang Taruna dan Forum Anak se-Kecamatan Kedungwaru. (Foto Dok. Pena Ananda Club)

Kedua, dari refleksi pertama, ada semangat yang semakin kuat untuk melanjutkan kerja-kerja kolaboratif. Kali ini mulai ada sebentuk kesadaran untuk mewaspadai diri dari sulutan provoaktif yang dapat merenggangkan bahkan memecahbelah kerja-kerja kolaboratif itu, baik dari dalam maupun dari luar. Selain kepercayaan yang diwujudkan dari refleksi pertama, tentunya dengan terus memperbaiki komunikasi internal (terutama, yaitu antar pihak yang berkolaborasi) dan eksternal (pihak yang memberikan pengaruh besar terhadap kerja-kerja kolaboratif tapi tidak bersedia terlibat secara langsung).

Dirjen Kebudayaan berfoto bersama panitia festival dari unsur Pena Ananda Club. (Foto Dok. Pena Ananda Club)

Ketiga, memberikan ruang yang luas dan kreatif bagi anak-anak yang tergabung dalam Forum Anak untuk berproses mengenali potensi diri, jejak-jejak spirit dan aktivitas sebaya mereka dimasa lalu (yang sekarang sudah mereka sebut sebagai kakek nenek, ayah bunda, nenek moyang), diantaranya adalah permainan masa lalu. Jika sebagian anak-anak di Forum Anak mengeluhkan tidak ada kegiatan yang menarik yang dapat digunakan alasan mereka berkumpul, maka tugas para orang dewasa untuk menstimulinya, salah satunya dengan mendudah jejak-jejak masa lalu yang sarat nilai kehidupan. Salah satu yang konkrit adalah menghidupsuburkan dolanan tradisional dalam kehidupan anak-anak. Apalagi, semua permainan tradisional memiliki berbagai nilai yang nyata maupun tersembunyi (filosofis) yang jika dimainkan secara kontinyu secara tidak sadar menanamkan nilai itu sebagai mental dan kepribadian sepanjang usia.

Keempat, kegiatan Festival Permainan Tradisional yang diselenggarakan di lingkup wilayah secara kolaboratif tampaknya baru pertama kali dilaksanakan di Tulungagung ini ibarat merajut kembali dolanan-dolanan tradisional. Para pekerja kreatif pasti menangkap gagasan ini sebagai inspirasi yang sedang mengalir deras untuk diolah. Jika memang demikian, maka dalam waktu dekat akan berhamburan karya-karya baru yang merupakan mengembangan dari festival ini. Semoga akan demikian.

Salam literasi….

4 thoughts on “Merajut Dolanan Tradisional Lewat Festival

  1. Alhamdhulillah.. semoga kedepan usaha2 untuk melestarikan budaya (salah satunya melalui permainan) dapat menjadi ikhtiar positif yang mampu menguatkan karakter generasi muda dimasa mendatang.. Aaamiin

  2. Aamiiiin….
    Dan perlu gagasan-gagasan yang lebih mudah untuk diimplementasikan oleh siapa saja, dengan kondisi apa saja.
    Tak kalah penting adalah ipaya untuk mendokumentasikan dan memublikasikan bahkan mengalihmediakan (multi kreasi) agar semakin meluas sebagai gerakan nasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *