Literasi Sekolah (GLS) tujuan paling dasar adalah membudayakan baca,
karena membaca memberikan kontribusi besar dalam pembentukan karakter. Sejak
kebijakan dalam bentuk Permendikbud 23/2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti diluncurkan,
yang dalam penjelasnnya dicantumkan bahwa salah satu cara penumbuhan budi
pekerti melalui pembiasaan 15 menit membaca setiap hari, hingga saat ini bisa
dipastikan persentase sekolah yang melaksanakannya masih sangat rendah.
Penyebab paling banyak dikemukakan adalah keterbatasan jumlah buku yang
tersedia di sekolah, tetapi dengan terus berjalannya waktu, tidak ada langkah
untuk merumuskan solusi secara konkrit.
GLS akan berhasil jika
didukung oleh orangtua, keluarga, dan secara umum masyarakat. Agar menjadi
kebiasaan sejak usia anak-anak, maka pembiasaan yang sudah dimulai di sekolah
melalui ritual 15 menit membaca setiap hari, juga dijalankan di rumah,
lingkungan masyarakat (dengan tersedianya fasilitas Perpustakaan Desa, Taman
Bacaan Masyarakat, Rumah Baca, dan sejenisnya). Maka diluar sekolah, perlu ada
upaya sistematis dan masif untuk pembiasaan membaca pada orangtua. Dengan
dimulainya Gerakan Nasional Orangtua Membaca Buku[1] (Gernas Baku) pada
bukan Februari 2018, terbentuklah jembatan yang jelas dan tegas dalam mendorong
dan mengkondisikan budaya baca pada orangtua dengan manfaat yang juga dirasakan
oleh anak-anak mereka.
Baku sebagai sebuah gerakan tidak mungkin dapat diwujudkan dalam 1-2 bulan saja,
karena lebih banyak orangtua yang semula tidak suka membaca, apalagi membaca
lantang untuk anak-anak mereka. Sebagaimana GLS, untuk pembiasaan juga
memerlukan perangsang dan rutinitas sebagaimana GLS dengan aktivitas “15 menit
membaca setiap hari” di sekolah. Terlebih jika alasan orangtua adalah: [1] tidak
ada waktu untuk membaca, [2] terlalu lelah seharian kerja sehingga kalau
membacakan malam hari sudah dilanda kantuk, [3] tidak lancar membaca lantang.
Jika belum terbiasa, membaca satu paragraf saja sudah merupakan pekerjaan yang
melelahkan.
itu Budaya
ditawarkan kepada para orangtua secara umum? Artinya dapat dilakukan oleh para
orangtua dari perkotaan dengan aksesibilitas tinggi, hingga pedesaan.
Pendekatan budaya sudah terbukti cara paling cespleng untuk perubahan apapun.
Nilai budaya yang masih melekat erat, bahwa pendidikan anak itu tanggung jawab
seorang ibu. Peran orangtua disederhanakan sebagai peran ibu, tante, nenek…
asing lagi bagi perempuan. Tak jarang dalam sekali waktu mengikuti beragam jenis
arisan dengan pothelan berupa uang,
barang, atau sebuah kesempatan yang harus dibayar (jalan-jalan, seminar, dan
lainnya). Arisan dapat dilaksanakan mulai dari tingkat dasa wisma, desa,
kelompok pengajian, atau kelompok-kelompok kegemaran (hobi). Selain bertujuan
menabung, cara mudah untuk memiliki barang, mendapatkan kesempatan-kesempatan
unik dan menarik, juga untuk menjamin pertemuan rutin antar anggota arisan.
digunakan sebagai cara mudah untuk memiliki buku dan majalah yang menjadi
bagian dari Gernas Baku. Mengapa dalam bentuk arisan? Telah banyak artikel yang
menyebutkan salah satu tantangan dalam budaya baca adalah rendahnya daya beli
masyarakat terhadap buku, koran, dan majalah. Fakta itu bertetangan dengan fakta
kemampuan belanja pulsa dan rokok sehingga disimpulkan bahwa faktor utamanya
adalah dalam penetapan skala prioritas belanja dalam keluarga. Maka cara ini
menjadi salah satu alternatif solusi yang ringan, mudah, dan menyenangkan,
karena selain melakukan hal yang sudah menjadi budaya mereka, juga mengemas
aktivitas membaca sebagai kegiatan bersama.
Ratus Sehari
akan sangat menarik jika pembentukan kelompok-kelompok arisan
difasilitasi sekolah. Dengan demikian, pertama
ada ikatan kuat antar anggota kelompok arisan serta antar kelompok-kelompok
arisan dengan latar belakang sebagai orangtua siswa yang memiliki kebutuhan dan
kepentingan yang relatif sama. Kedua,
sekolah dengan mudah bersinergi kuat dengan kelompok-kelompok orangtua dalam mendukung
GLS.
dicontohkan secara sederhana dan konkrit. Misalkan di salah satu SD seluruh
siswa berjumlah 200 siswa, berarti 200 orangtua (ayah ibu) siswa. Setiap
kelompok terdiri dari 10 orangtua agar durasi putaran arisan berlangsung cepat,
10 kali undian pothelan. Dengan
demikian ada 20 kelompok orangtua untuk arisan buku/majalah.
setiap Minggu, berarti satu putaran perlu 10 minggu untuk menyelesaikan. Setiap
hari, para orangtua setor Rp500,00 atau Rp3.500,00 dalam seminggu, dan satu
kelompok akan terkumpul Rp35.000,00. Yang berhak mendapatkan buku atau majalah
dalam minggu itu adalah yang mendapatkan undian pothelan. Uang sebesar Rp35.000,00 dapat dibelanjakan 1-2 buku, atau
2-4 majalah, sebagaimana kesepakatan masing-masing kelompok. Pembelanjaan dapat
dikoordinir 20 kelompok sekaligus. Tanpa disadari oleh para orangtua, dalam
seminggu mereka telah membelanjakan untuk buku/majalah sebesar Rp700.000,00.
Dalam sebulan sudah hampir 3 juta rupiah. Dalam setahun (hitung 10 bulan saja,
dipotong puasa, lebaran, Idul Adha) sudah mencapai lebih dari 30 juta rupiah. Buku/majalah
ini bukan untuk sekolah, tapi untuk dimiliki keluarga siswa.
semua anak sudah memiliki buku/majalah dari arisan orangtua mereka. Selama setahun,
masing-masing keluarga siswa sudah memiliki minimal 10 buku/majalah. Jumlah ini
tampak sedikit. Namun keberadaan buku/majalah di rumah, dan aktivitas baca buku
orangtua – anak sudah berlangsung rutin, orangtua akan tergerak untuk membeli buku/majalah
diluar arisan. Jika ini dampak ini terjadi, maka arisan buku/majalah ini sudah dikategorikan
sukses besar.
![]() |
| Membaca bersama orangtua itu sangat hangat dan menyenangkan. (Foto: Dokumen Pena Ananda Club) |
Orangtua Membaca
buku atau 2-4 majalah dalam keluarga? Dijajar di atas rak buku pun hanya
menempati ruang pojoknya saja. Diletakkan di atas meja pun dalam sekejap akan
lupa disentuh lagi. Apalagi untuk mendapatkan giliran berikutnya, minimal harus
menunggu 10 minggu lagi.
arisan buku/majalah. Orangtua yang belum mendapatkan giliran undian, akan tertarik
mengetahui isi buku/majalah yang diterima orangtua yang menerima pothelan. Apalagi jika anaknya mendengar
cerita dari temannya yang ibunya mendapat undian, orangtua-orangtua ini akan menanyakan
hal yang sama kepada temannya yang sudah mendapat buku. Cerita pengalaman para orangtua
yang sudah membacakan buku untuk anak-anaknya juga dapat menjadi penyemangat orangtua
lainnya untuk segera memiliki buku/majalah. Demikian juga cerita anak-anak yang
sudah dibacakan buku/majalah oleh orangtua juga menjadi perangsang bagi teman-temannya
untuk meminta orangtuanya membelikan buku/majalah.
![]() |
| Peran ayah juga sangat penting. (Foto: Dok. Pena Ananda Club) |
![]() |
| Di mana pun bisa membaca bersama. (Foto: Dok. Pena Ananda Club) |
yang sudah mendapatkan buku/majalah maupun yang belum, akan memanfaatan waktu
bertemu yang sebentar (saat mengantar atau menjemput anak) untuk saling berbagi
cerita dan semangat. Orangtua yang masih enggan membacakan buku, akhirnya
tergelitik untuk mencoba dan rutin melakukan karena dorongan anak-anaknya. Proses
ini akhirnya mengubah kelompok-kelompok arisan buku ini menjadi Parent Reading Club atau Klub Orangtua Membaca.
Peran Orangtua
dalam budaya baca kian kentara, tapi ikatan antara orangtua dan anak, serta antar
orangtua dan sekolah menjadi kian kuat dan mengental melalui Gernas Baku.
Saling menceritakan pengalaman membacakan buku/majalah pada akhirnya menjadi
pemantik untuk membicarakan segala hal tentang kebutuhan anak-anak dalam ruang
lingkup belajar dan sekolah secara luas. Perlahan tapi pasti, orangtua-orangtua
ini juga melatih diri dalam komunikasi, kreativitas, berpikir kritis, dan kolaborasi
– sinergi. Yang semula menganggap sekolah sebagai dunia anak-anak dan guru, tanggung
jawab pendidikan semata ada di tangan para guru dan sekolah, kini beralih bahwa
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama. Kesadaran ini tumbuh seiring proses yang
dimulai dengan cara sederhana, arisan buku/majalah.
insidental, sekolah dapat melakukan pertemuan orangtua – anak (gathering) yang dirancang semenarik
mungkin, seperti Pesta Baca Dan Kreasi. Gathering
ini selain rekreasi bagi anak-anak bersama orangtuanya, juga dapat dimanfaatkan
untuk melakukan evaluasi Gernas Baku, GLS, sehingga dikaitkan dengan proses
yang sudah dilakukan orangtua dan anak dalam pembiasaan membaca. Jika selama
ini citra pertemuan orangtua hanya sebatas membicarakan topik anggaran sekolah,
dengan ilustrasi ini, bermula dari arisan akan bermuara pada terbukanya
komunikasi dan interaksi antar orangtua dan antara sekolah dan orangtua. Jika gagasan
ini dapat dijalankan dengan mudah, mengapa tak direalisasikan secepatnya?
menyongsong
Baku, [Online], 14 Feb 2018 00:00:00, akses https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=4628, diakses Sabtu, 10
Maret 2018, pkl. 23:13:00.





Good Job Bunda
Terima kasih Pak Eko.
Selamat menyongsong GERNAS BAKU….
Sangat ditunggu cerita-cerita menarik dari gerakan itu. ^_^
Very good idea bunda…..itu memang nyata problemnya. Bukunya cuma beberapa saja.
Gimana orangtua akan membacakan buku, kalau ketersediaan di rumah tak ada. Kalau orangtua diminta iuran untuk membeli buku sebagai koleksi di sekolah, tampaknya berat juga. Tak semuanya bisa ikhlas. Tapi kalau beli untuk anaknya sendiri, itu lebih memungkinkan, apalagi kalau caranya arisan.
Sedikit demi sedikit akhirnya menjadi bukit.
Semoga dapat dengan mudah diaplikasikan, mesti tak semudah coretan di blog ini…..