Menjelang maghrib kedatang adik-adik IAIN dan ngobrol tentang tokoh perempuan dalang yang biografinya pernah saya tulis. Jadi ingat bu Fatonah. Kabarnya beliau sekarang sudah purna dan mengurus pesantrennya. Sepertinya harus menyisihkan waktu untuk bersilaturrahim ke beliau.
Menuliskan perjalanan hidup beliau menekuni dunia dalang, memberikan banyak pengetahuan baru. Bukan hanya tentang kehidupan beliau tapi juga tentang seni pedalangan. Buku yang hari ini masih berada ditangan seorang kawan, jika saya baca ulang, masih sangat jauh dari kelengkapan. Maklum, naskah itu sebenarnya ditujukan untuk kepentingan lomba. Lazimnya lomba pasti ada batasan-batasan teknis, diantaranya jumlah halaman. Tapi setidaknya, buku itu bisa menjadi gerbang untuk mengenal sekilas tentang Arum Asmarani, nama seni ibu Hj. Siti Fatonah.
Naskah ini saya tulis dalam tempo 2 minggu. Dan masa-masa penyelesaiannya, saya tengah dalam masa penyembuhan dari sakit cacar air. Selain ibu Fatonah, suami dan anak – menantu sebagai nara sumber, saya juga menggali informasi dan cerita dari guru dalam pertama beliau (lupa namanya, tapi ada di buku yang masih dipinjam teman) dan alm. pak Ahmad Pitoyo. Dari beliau-beliaulah saya tahu banyak hal baru tentang dunia pedalangan, tidak hanya terkait teknis tapi juga filosofis.
Bukan tak mungkin naskah ini direvisi ya?
Sayang sekali file naskah ini sudah lenyap bersama dengan lenyapnya sejumlah dokumen lainnya. Banyak sekali tokoh-tokoh di negeri ini yang harus diabadikan dalam sebuah buku biografi, bukan hanya para politikus semata.
Salam literasi.
