Pagi ini saya berkenalan dengan Mohamad Mukhlis Saktiyawan yang mengenalkan diri dengan panggilan “Sakti”. Kalau biasanya kami yang menculik para pegiat literasi, kali ini LIIUR FM yang menghadirkan Sakti di ruang Pojok Literasi.
| Saya bersama dengan pemandu talkshow (Denny) dan Mohamad Mukhlis Saktiyawan. (Foto: Siwi Sang) |
Tidak banyak obrolan yang kami lakukan sebelum siaran. Jadi hanya sebatas mengenal dia sebagai mahasiswa Kimia di Universitas Malang. Wah, kebetulan jurusan studi kita sama, Kimia. Karena belum pernah bertemu sebelumnya, clue kita pagi ini adalah “peran pemuda dalam gerakan literasi”. Normatif sekali. Hehehe
Saya mengenalnya justru ketika proses talkshow, didalam studio, saat Denny mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar latar belakang, kiprah, dan capaian Sakti dalam kegiatan literasinya. Jujur, ada beberapa hal baru yang sangat menarik untuk diulas lebih lanjut, meski beberapa lagi menguatkan topik-topik yang telah pernah kami bahas di Pojok Literasi edisi sebelumnya. Saya dibuatnya tercengang dengan “perpustakaan sampah” yang digulirkannya di Zwitserland-nya Jawa.
Kalau Denny tidak segera bertanya, mungkin hasrat saya akan kuat dan menyela dengan ajuan pertanyaan. Untung Denny segera meminta Sakti menjelaskan perpustakaan yang namanya terdengar aneh ini. Perpustakaan Sampah.
Pada awalnya saya membayangkan perpustakaan ini berada di area semacam TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah, dimana pemustakanya dari kelompok masyarakat marjinal. Itu berarti sama dengan cita-cita Pena Ananda Club tahun 2016 ini, mendorong upaya fasilitatif budaya baca di kelompok masyarakat marjinal.
Ternyata penjelasan Sakti sangat menarik. Sampah, khususnya sampah anorganik (plastik dan kertas) digunakan sebagai alat tukar peminjaman buku-buku perpustakaan yang dikelolanya. Sampah-sampah ini dijadikan upaya fundraising, yang akan dijualnya dan dananya digunakan untuk operasional perpustakaan. Waaah, tentu sangat keren dalam pandangan saya.
Menurut saya, ini bukan sekedar sebagai cara fundraising bagi perpustakaan sampahnya, tetapi juga merupakan literasi lingkungan hidup. Karena dengan cara demikian, secara tidak langsung, pemustaka dipaksa untuk mengenali limbah anorganik yang sangat berbahaya untuk lingkungan, dan pesan pentingnya adalah “jangan buang limbah anorganik di sembarang tempat”.
Ini juga menguatkan gagasan dalam buku saya, PERPUSTAKAAN MASYARAKAT, Anak Panah Emas Menuju Masyarakat Cerdas. Salah satu saka guru perpustakaan masyarakat adalah kemampuan ketrampilan fundraising. Dan salah satu modal penting dalam pengelolaan perpustakaan masyarakat adalah kreativitas SDM-nya. Secara nyata, kegiatan “perpustakaan sampah” ini mengayakan gagasan dalam buku ini.
Salam literasi.
#PenaAnandaClub, Sabtu, 12/3/2016; 13:47

woyo woyo..mantap inspiratif. setelah lama bergulis ada bank sampah pertama di jogja bantul, kini ada bergulis perpustakaan sampah. menunjukkan perlu langkah kreatif bagaimana mendekatkan orang gemar membaca buku di perpus atau TBM.
bergulir bukan bergulis.
Kutunggu tulisan lain tentang topik pagi ini.
Selalu ada inspirasi di POJOK LITERASI, hehehe
Sebenarnya dan ternyata, Perpustakaan Sampah bukan hal yang baru. Di beberapa kota sudah dikembangkan, terutama oleh para mahasiswa di ruang lingkup program KKN.
Tinggal bagaimana gagasan keren ini juga menjadi hal yang dapat diadopsi dan dikembangkan oleh kawan-kawan pegiat literasi yang sebelumnya belum menjalankan kegiatan ini.