Berbeda dengan Cangkruk Baca di Aloon-Aloon, TBM Salto, juga di Geger-Sendang, Cangruk Baca di Pantai Sine jauh lebih menantang. Seperti yang saya tulis di catatan sebelumnya, pengalaman hari Jum’at bersama dengan para pegiat komunitas mengusik pikiran saya. Cangkuk Baca kali ini harus memiliki konsep khusus yang dapat mengena dari beberapa sisi: sisi budaya baca, kebutuhan yang cukup mendesak bagi masyarakat Sine, termasuk mempertahankan Sine sebagai wilayah wisata.
Dengan pengenalan saya yang masih sangat minim, saya sangat yakin bahwa informasi dan pengetahuan teman-teman dapat digunakan sebagai acuan awal dalam menyusun konsep Cangkruk Baca kali ini, yang meluas dengan tajuk Pesta Baca dan Kreasi Anak Pegunungan dan Pesisir. Dan kali ini dilaksanakan di wilayah pesisir Pantai Sine.
Menurut keterangan salah satu relawan (tanpa sebut nama), mayoritas sumber penghidupan masyarakat Sine adalah nelayan. Pak Modin menegaskan, hanya sekitar 5% saja yang petani, dan itupun belum serius ditekuninya. Kawan-kawan relawan menceritakan, kalau dalam semalam, hasil penangkapan ikan perorang bisa mencapai sekitar 3 juta rupiah. Menurutnya, ini berkorelasi terhadap rendahnya minat sekolah warga Sine. Apalagi ada warga yang berpendapat, setinggi apapun sekolahnya, toh pada akhirnya akan menjadi nelayan juga. Lalu untuk apa sekolah?
Jelas bukan hal yang mudah untuk mengubah mindset itu. Bakal butuh waktu bertahun-tahun. Namun tidak usah berkecil hati. Saat silaturrahim, Jum’at sore, ke rumah pak Modin, beliau memberi gambaran minat belajar anak-anak sekarang sudah jauh lebih baik dibanding masa beberapa tahun lalu. Beliau mengamati dari semangat cucunya dan teman-teman cucunya. Saya yakin, semangat itu juga tak lepas dari peran guru di sekolah-sekolah mereka, meskipun saya belum sempat bersilaturrahim dan berdialog dengan para guru di Sine.
Dari informasi awal, sekilas saya menyimpulkan ada kebutuhan mendasar bagi masyarakat Sine, meskipun belum tentu mereka menganggapnya sebagai sebuah kebutuhan.
- Lingkungan yang bersih. Dalam pandangan teman-teman relawan, lingkungan yang bersih ini menyangkut area wisata. Karena setiap wisatawan pasti mendambakan tempat wisata yang dikunjunginya benar-benar memuaskannya, salah satunya dengan lingkungannya yang bersih asri. Meskipun pada kenyataannya, pembuat sampah itu juga termasuk para wisatawan. Artinya, bagaimana masyarakat Sine memiliki kesadaran sendiri untuk hidup bersih, sehingga dengan mudah dapat mengajak bahkan menerapkan aturan “kebersihan” kepada para wisatawan. Prinsipnya: warga Sine harus menjadi tuan di tempatnya sendiri. Artinya, warga harus memiliki aturan yang dipatuhi oleh siapapun, termasuk oleh para pendatang.
- Pendidikan. Pendidikan formal haruslah didukung dengan nonformal dan informal. Waktu yang dimiliki anak-anak, mayoritas adalah di luar ruang kelas, diluar lingkungan sekolah. Maka, keluarga dan lngkungan masyarakat lah yang akan banyak membangun pembiasaan dalam kehidupan mereka. Sekolah hanya pemantik saja, selanjutnya pembiasaan itu terjadi di keluarga dan lingkungan permainan, pergaulannya. Maka, mencipta ruang pembelajaran informal yang ramah dan sehat untuk tumbuh kembangnya, merupakan PR besar. Gerakan budaya baca, hanya salah satu pintu untuk dapat menghidupkan budaya literasi secara luas, termasuk literasi informasi dan media.
Karena itulah, konsep Pesta Baca dan Kreasi untuk anak-anak pesisir Sine itu akhirnya saya susun, tuangkan, agar lebih mudah siapapun memberikan masukan dan mengambil peran kontribusinya dalam gerakan literasi dengan luas di wilayah pesisir.
Salam literasi.
#CatatanEduwisata03
#CangkrukBacaDanKreasi
#PestaBacaDanKreasi
#PegununganDanPesisir
#Bangoan, Selasa, 19/01/2016; 22:06
keren bun,,, kunjungan balik ya kh-nizam.blogspot.com
Siiiiip…..