Beberapa minggu lalu, aku kebingungan mencari penjahit yang tidak rewel, karena ada 4 potong kain yang hukumnya kudu segera disulap jadi busana. Biasanya pelanggan yang rewel. Tapi justru ini penjahitnya yang rewel. Bentuk kerewelannya… keluh kesah. Baru saja kita datang mau memasukkan kain, dia sudah ngeluh yang sakit kepala, sakit gigi, tekanan darahnya naik, dan segala macam. Setiap menjelang jatuh tempo, selalu saja memberi kabar kalau jahitan bisa diambil beberapa hari lagi setelah jatuh tempo. Mundur lagi, mundur lagi… Belum lagi saat kita ngambil, e… mendengar sambat-sambat yang sama seperti awal kita masuk. Jadilah… bete dan males untuk menjahitkan di mbak itu.
Tapi apa boleh dikata, karena kepepet banget, akhirnya 2 pekan lalu aku serahkan juga ke dia 2 potong kain batik. Setidaknya aku ingin, beberapa kegiatanku ke depan, tak lagi mendengar celetuk orang “busananya tetep itu itu saja, Bunda.” Hehehe, bagaimana pun juga, aku ingin menyenangkan dan menghargai orang yang melihat, meskipun sebenarnya aku sangat tidak terampil mematut busana, nggak pantes menggunakan busana yang mahal. Cukuplah biasa-biasa saja, itu lebih nyaman.
Ya, ada orang yang lebih suka tampak mewah, sebenarnya habitual kesehariannya sangat jauh dari habitualnya orang mewah. Setidaknya, misalnya, selain demen berbelanja dan menghamburkan uang untuk yang kurang manfaat, juga demen kebersihan, dan kalau pengen sesuatu yang berefek pada kesehatannya, tidak pakai tanggung-tanggung. Misal, rokok yang bisa mengganggu kesehatannya dan orang lain, pasti yang kelas dunia. Mau mabuk pun, nggak bakalan menggunakan oplosan yang telah menelan banyak korban di wilayah Tulungagung dan sekitar. Kalau mau selingkuh pun, tak akan memanggil kelas Gunung Bolo yang pernah kesohor melalui film besutan Ucu Agustin, Ragate Anak yang memenangi Denpasar Film Festival (2013) dan pernah diputar di Berlin Internasional Film Festival (Jiffest) di tahun 2010, tetapi kelas “hotel bintang lima”.
Kepura-puraan itu sangat melelahkan tentunya.
Mbak penjahit baju, entah pura-pura penuh penyakit (dan apakah di sepanjang hidupnya nggak pernah sehat ya), dan orang yang selalu ingin tampak wah wah wah, pada akhirnya, ketika semua kenyataan harus dibongkar oleh alam, apa yang tampak? Mereka akan berusaha sedemikian keras, untuk terus mempertahankan, berapapun bayarannya. Menyakiti diri agar tampak sakit? Ngrampok dan nyolong agar tetap bisa memenuhi hasrat tampak mewah? Atau ngenthit seperti yang pernah dimainkan satu babak oleh kelompok teater siswa SMKN 2 Tulungagung tgl 11 September 2011 lalu?
Oh… mau sampai kapan? Tidakkah mereka lelah?
Menunggu jawaban mereka sambil menikmati kacang goreng dan berharap kolesterol tak menyapa…
#Bangoan, Jum’at, 20/2/2015; 21:39