CATATAN DAN REKAMAN

Saya
pernah menjadi jurnalis tunggal di Jurnal DPRD Kabupaten Tulungagung
selama 4,5 tahun (Nopember 2002 – Mei 2007). Tugas saya adalah membuat
news dari kegiatan-kegiatan DPRD selama sebulan. Tapi saya tidak pernah
mengiktui satu pun kegiatan itu secara langsung.


Saya hanya diberi rekaman demi rekaman audio (bukan audiovisual).


Hal terberat
adalah, mentranskrip dari rekaman itu, sebelum kemudian saya membaca
hasil transkrip untuk menemukan “angle”, menandai beberapa statement
yang terkadang tidak jelas, siapa yang mengucapkannya, terutama jika
bukan diucapkan oleh anggota dewan (misalnya perwakilan warga,
organisasi, atau komunitas). Setelah itu, barulah saya menuliskan,
dengan sesekali melihat kembali ke catatan.

Melihat kembali ke
catatan saat menulis, jauh lebih mudah ketimbang mendengar ulang rekaman
(karena harus menentukan titik menit yang pas, saat dialog itu
diucapkan).

Pengalaman ini saya kaitkan dengan paparan pak Yayan Sakti Suryandaru
saat Pelatihan Jurnalis Warga Tulungagung (Kamis, 26/6),”• Rekaman itu
hanya untuk memastikan (kekuatan hukum) kalau nara sumber pernah
mengatakan hal itu. Kita tetap harus mencatat. Cara itu yang lebih mudah
untuk menentukan data dan fakta sebagai bahan tulisan. Karena proses
mendengar ulang, lalu catat, lebih memakan banyak waktu. “Ceklek”,
dengarkan, “ceklek” matikan, lalu catat, begitu seterusnya. Capek
lah…”

#CatatanAndalan
#JurnalisWarga
#TeknikWawancara
#KunciMudahMenulis

#Bangoan, Selasa, 1/7/2014; 11:33

Berharap ada waktu untuk medokumentasikan secara elektronik hasil kerja selama 4,5 tahun dimasa lalu itu, sebelum cetakan itu #terjual….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *