Euforia menulis pada generasi muda sangat patut diacungi jempol.
Menulis yang sampai sekarang pun masih dikenal sebagai kemampuan yang
sulit untuk dikuasai, ternyata memiliki pangsa yang lar biasa. Mulai
dari pelajar SD, SMP, SMA, berusaha untuk mendekatkan diri dengan dunia
yang awalnya menjadi phobia.
Semua itu tentu tak lepas
dari peran luar biasa orang-rang dewasa di sekitarnya. Orang tua yang
mendukung anak-anak mengikuti Kelas Menulis Kreatif. Sekolah dan guru
yang bersedia membuka Klub Penulis Sekolah dengan Kelas Menulis
Kreatifnya. Para penulis hebat yang sudi meluangkan waktu untuk
bershadaqah kemampuan menulisnya kepada generasi masa depan. Dan
tentunya TBM, Rumah Baca, Sudut Bada, ataupun perpustakaan yang membuat
langkah-langkah kreatif bagi pengunjungnya untuk mengikat makna bacaan
dalam sebuah tulisan.
Bagi seseorang seperti saya,
meski tak phobia ketinggian, tetap saja akan gemetar dan mungkin mual
jika berada di sebuah ketinggian lalu melihat ke bawah (meskipun, kalau
naik pesawat, saya selalu memilih dekat jendela). Apalagi jika saya
diminta untuk melakukan terbang layang. Persoalannya, bukan hanya
ketinggian itu yang akan bereaksi pada adrenalin saya, melainkan juga
ketakmampuan saya melakukan kendali gantole. Tentu ini berbeda dengan
Irene Puella Rosalina yang sudah bersahabat dengan gantole dan angin,
hingga bisa terbang bak capung dengan menggunakan kekuatan dan arah
angin.
Saya membayangnya, reaksi seperti itu saat pertama kali ajakan menulis kita sampaikan.
Bahkan
mungkin ini pula yang dirasakan oleh para pegiat literasi yang belum
terbiasa menulis, apalagi ketika akan merancang aktivitas menulis di
“gubuk literasi”nya. Namun “ego” itu akan segera lenyap tatkala
menyadari bahwa kita mesti terus belajar, belajar sepanjang hayat. Kita
belajar menulis, bersama-sama dengan para pengunjung di TBM/RB/SB kita.
Mungkin saja, cara-cara ini cukup strategis untuk dicoba:
- Ketika
hendak meminjam buku baru, harus menyerahkan tulisan tentang isi buku
yang baru saja dibaca. Tulisan tak perlu panjang apalagi
berlembar-lembar. Semampu mereka saja. - Ketika hendak menggunakan
fasilitas TBM/RB/SB (seperti alat permainan atau komputer), wajib
menyerahkan satu tulisan tentang apa saja, misalnya cerita pengalaman
mereka hari ini. Cara ini pernah (dan mungkin masih) dilakukan di TBM
Mata Aksara yang dikelola mbak Heny Wardatur Rohmah (Yogyakarta). - Membuat
kompetisi-kompetisi tematis dalam skala kecil, misalnya dalam rangka
Hari Kartini, Hari Lingkungan Hidup, Hari Bumi, Hari Pendidikan
Nasional, dst. Hadiahnya cukup sesuatu yang sederhana tapi memberi kesan
luar biasa pada mereka. Apa ya??? tentu Sahabat masing-masing yang
lebih tahu untuk anak-anak di sekitar Sahabat. 🙂
Cara-cara
ini memberi ruang kepada mereka dan kita untuk “belajar menulis secara
alami” dan membiasakannya. Nah, baru jika memang hendak lebih mantap,
silakan membuat Kelas Menulis Kreatif, sebagaimana yang kami (Pena
Ananda Club) lakukan.
Silakan, jika ada ide lain dan lebih posible, unik, menarik, kita bisa berbagi di sini….
Salam kreatif untuk TBM Menulis….