Titik balik itu terjadi pada tahun 2008, ketika anak-anak
memintaku untuk berhenti bekerja dari sebuah LSM. Permintaan yang sangat muskil
untuk kupenuhi, setelah selema 7 tahun awal tumbuh kembang ketiganya aku
benar-benar memberikan waktu totalku untuk mereka. Saat itulah, tanpa sengaja
aku membaca beberapa coretan kedua anak perempuanku (11 dan 8 tahun). Mereka
tulis khayalan tentang ibu yang selalu ada untuk mereka.
![]() |
| Kalian adalah inspirasiku… selalu dan selalu… Kekuatan yang diturunkan Allah dari RahimNya… |
Sungguh mengejutkan. Meskipun aku suka menulis, aku tak
pernah mengajari mereka menulis. Aku tak pernah menyadari kalau mereka
diam-diam sudah mulai berdekatan dengan catatan harian, sedang aku tak pernah
mengenalkannya. Sejak bekerja, aku merasa sempit waktu untuk bisa menulis
cathar. Membacanya membuatku tersentuh, takjub, seluruh perasaanku bercampur
aduk.
pernah mengajari mereka menulis. Aku tak pernah menyadari kalau mereka
diam-diam sudah mulai berdekatan dengan catatan harian, sedang aku tak pernah
mengenalkannya. Sejak bekerja, aku merasa sempit waktu untuk bisa menulis
cathar. Membacanya membuatku tersentuh, takjub, seluruh perasaanku bercampur
aduk.
Memutuskan untuk berhenti bekerja ketika harus menjadi
tulang punggu keluarga adalah suatu kegilaan yang sangat luar biasa. Dipandang
dari kacamata apapun, aku seperti lari dari tanggungjawab. Setelah melalui dialog,
dan ragam pertimbangan yang cukup rumit, naïf juga, aku memenuhi permintaan
ketiga anakku. Tentunya diiringi beberapa komitmen bersama.
tulang punggu keluarga adalah suatu kegilaan yang sangat luar biasa. Dipandang
dari kacamata apapun, aku seperti lari dari tanggungjawab. Setelah melalui dialog,
dan ragam pertimbangan yang cukup rumit, naïf juga, aku memenuhi permintaan
ketiga anakku. Tentunya diiringi beberapa komitmen bersama.
Menulis…
Itu pilihanku berikutnya. Aku harus menulis, meski sudah
sekian tahun aku tidak aktif menulis. Dan semakin terbuka hatiku, ketika
menyaksikan keasikan kedua anakku saat menulis. Hanya mereka berdua. Pada saat
itulah terbersit, kami ingin menulis bersama-sama, ibu dan anak…
sekian tahun aku tidak aktif menulis. Dan semakin terbuka hatiku, ketika
menyaksikan keasikan kedua anakku saat menulis. Hanya mereka berdua. Pada saat
itulah terbersit, kami ingin menulis bersama-sama, ibu dan anak…
Namun, sebagaimana masih menjadi keyakinan secara umum,
menulis itu suatu hal yang sulit. Menulis tidak pernah menjadi satu pilihan
ketrampilan yang dikembangkan di lingkungan sekolah. Menulis hanya menjadi
bagian dari pelajaran Bahasa Indonesia, dan sangat dienggani oleh mayoritas
siswa. Bukan hanya murid, bahkan guru dan kepala seolah sangat yakin “menulis
itu sulit dan anak-anak tidak suka”. Padahal, dalam dunia anak-anak, sangat
kuat pengaruh kesebayaan. Aku membayangkan, kalau ada beberapa anak suka
menulis, bisa dipastikan virus menulis ini akan menular kemana-mana.
menulis itu suatu hal yang sulit. Menulis tidak pernah menjadi satu pilihan
ketrampilan yang dikembangkan di lingkungan sekolah. Menulis hanya menjadi
bagian dari pelajaran Bahasa Indonesia, dan sangat dienggani oleh mayoritas
siswa. Bukan hanya murid, bahkan guru dan kepala seolah sangat yakin “menulis
itu sulit dan anak-anak tidak suka”. Padahal, dalam dunia anak-anak, sangat
kuat pengaruh kesebayaan. Aku membayangkan, kalau ada beberapa anak suka
menulis, bisa dipastikan virus menulis ini akan menular kemana-mana.
Ya… Menularkan menulis di dunia anak-anak…!!!
Itulah yang terbersit kala itu, tepatnya pertengah tahun
2008. Aku melihat komunitas penulis cilik/anak-anak dapat berkembang di
kota-kota besar. Gairah menulis pada anak-anak tidak seperti saat aku masih
seusia mereka. Ruang untuk mereka sedemikian luas terbentang. Kurasa inilah
yang harus diciptakan. Mereka cinta, karena ada dorongan, apresiasi dan ruang
ekspresi yang luas.
2008. Aku melihat komunitas penulis cilik/anak-anak dapat berkembang di
kota-kota besar. Gairah menulis pada anak-anak tidak seperti saat aku masih
seusia mereka. Ruang untuk mereka sedemikian luas terbentang. Kurasa inilah
yang harus diciptakan. Mereka cinta, karena ada dorongan, apresiasi dan ruang
ekspresi yang luas.
Dengan segala keterbatasan, aku mulai merancang lahirnya
sanggar untuk anak-anak belajar dan berlatih menulis. Gambaranku sangat
sederhana. Ini tak ubahnya dengan sanggar tari, musik dan lukis. Bisa dimulai
dengan sangat sederhana.
sanggar untuk anak-anak belajar dan berlatih menulis. Gambaranku sangat
sederhana. Ini tak ubahnya dengan sanggar tari, musik dan lukis. Bisa dimulai
dengan sangat sederhana.
Dan betul. Aku hanya perlu usaha keras untuk langkah
pertama, mempublikasikan keberadaan Pena Ananda Club ke sekolah-sekolah. Tak
peduli, besarnya cibiran, pandangan sebelah mata, kalimat-kalimat pesimis dan
apatis yang kuterima, impianku hanya satu. Anak-anak, bersama dengan
anak-anakku, saling menyemangati untuk belajar dan berlatih menulis. Karena
akuaku sangat menyadari, anak-anak lebih nyaman belajar bersama kawan sebaya
ketimbang orang tuanya… Dan kucipta sanggarku untuk dunia anak-anakku dan
anak-anak negeriku…
pertama, mempublikasikan keberadaan Pena Ananda Club ke sekolah-sekolah. Tak
peduli, besarnya cibiran, pandangan sebelah mata, kalimat-kalimat pesimis dan
apatis yang kuterima, impianku hanya satu. Anak-anak, bersama dengan
anak-anakku, saling menyemangati untuk belajar dan berlatih menulis. Karena
akuaku sangat menyadari, anak-anak lebih nyaman belajar bersama kawan sebaya
ketimbang orang tuanya… Dan kucipta sanggarku untuk dunia anak-anakku dan
anak-anak negeriku…
Love all of you… J
