Ringgit hanya memandangi langkah suaminya sambil menenteng kardus berisi
radio. Seminggu yang lalu, ia mendapatkannya entah dari mana dalam keadaan
rusak. Berhari-hari ia memperbaikinya hingga akhirnya dari kotak itu bisa
terdengar kabar berita dan deretan lagu hiburan.
Ini sudah ke sekian kali, suaminya berhasil menyulap rongsok menjadi
berfungsi kembali. Namun selama itu, jujur, Ringgit tidak pernah tahu, wujud
rupiah hasil kerja suaminya. Tidak pernah sekali pun! Selama bertahun-tahun
hingga kedua anak mereka harus menunda keinginannya untuk bermain di taman
kanak-kanak.
berfungsi kembali. Namun selama itu, jujur, Ringgit tidak pernah tahu, wujud
rupiah hasil kerja suaminya. Tidak pernah sekali pun! Selama bertahun-tahun
hingga kedua anak mereka harus menunda keinginannya untuk bermain di taman
kanak-kanak.
Semuanya akan berubah menjadi puntung, bungkus-bungkus nasi yang sesuap pun
tak pernah dicicipinya juga anak-anaknya, tapi mereka harus membersihkan
serakan sampah yang ditinggalkannya. Atas nama pengabdian dan ketaatan sebagai
seorang istri.
tak pernah dicicipinya juga anak-anaknya, tapi mereka harus membersihkan
serakan sampah yang ditinggalkannya. Atas nama pengabdian dan ketaatan sebagai
seorang istri.
Ia ingat suami mbak bunda yang saban hari tak lepas dari masjid pernah
mengatakan,”Kamu diperbolehkan untuk mencuri uang suamimu, untuk makan dan
keperluan hidup kalian berempat. Itu boleh, tidak dosa. Karena kalian punya
hak.”
mengatakan,”Kamu diperbolehkan untuk mencuri uang suamimu, untuk makan dan
keperluan hidup kalian berempat. Itu boleh, tidak dosa. Karena kalian punya
hak.”
Tapi saking tidak pernah merogoh kantong-kantong suaminya sekali pun, mana
ia berani? Meminta pun hanya akan menerima sikap diam atau marah dari suaminya.
Hanya akan menambah runtuh benteng pertahanan jiwanya dalam mengarungi
kesabaran.
ia berani? Meminta pun hanya akan menerima sikap diam atau marah dari suaminya.
Hanya akan menambah runtuh benteng pertahanan jiwanya dalam mengarungi
kesabaran.
“Assalaamu’alaikum.”
Ringgit tersentak. Laki-laki asing sudah berdiri tak jauh dari tempatnya
termangu di ambang gubuk bambunya.
termangu di ambang gubuk bambunya.
“Apa kabar, Nggit?” sapa laki-laki itu sebelum Ringgit sanggup
membalasnya.
membalasnya.
“Wa’alaikumsalam. Maaf, sampean siapa?” Ringgit maju dan menutup
daun pintu hingga deritnya tedengar keras.
daun pintu hingga deritnya tedengar keras.
“Kanca lawas, Nggit. Wagino,” laki-laki itu segera menjelaskan,
tampak memahami benar tak ada baiknya menambah kegundahan Ringgit yang tak bisa
disembunyikan dari raut mukanya. Kini kerut di dahi Ringgit menunjukkan ia
tengah berpikir keras untuk menemukan nama Wagino dengan sederetan orang yang
pernah dikenalnya.
tampak memahami benar tak ada baiknya menambah kegundahan Ringgit yang tak bisa
disembunyikan dari raut mukanya. Kini kerut di dahi Ringgit menunjukkan ia
tengah berpikir keras untuk menemukan nama Wagino dengan sederetan orang yang
pernah dikenalnya.
“Teman SD,” jelas Wagino. Dan tak berapa lama senyum Ringgit
sedikit merekah. namun…
sedikit merekah. namun…
“Ealaa…. Wagino… Tapi, darimana kamu tahu aku di sini?” Ya,
tempat ini, hampir di pinggiran alas, tak ada yang tahu kecuali mbak bunda dan
keluarganya. Dan ia yakin, mereka tak akan menceritakan keberadaannya, karena
status yang masih melekat pada suaminya, buron.
tempat ini, hampir di pinggiran alas, tak ada yang tahu kecuali mbak bunda dan
keluarganya. Dan ia yakin, mereka tak akan menceritakan keberadaannya, karena
status yang masih melekat pada suaminya, buron.
“Panjang cerita. Dan kurasa, kamu tak suka basa-basi, seperti yang
dulu.” Ingatan Wagino membuat berat nafas Ringgit. Dia tak yakin ada yang
mengingatnya sampai hal sekecil itu, karena dulu dia bukan pelajar yang
menonjol dalam apapun.
dulu.” Ingatan Wagino membuat berat nafas Ringgit. Dia tak yakin ada yang
mengingatnya sampai hal sekecil itu, karena dulu dia bukan pelajar yang
menonjol dalam apapun.
Lincak di depan gubuk Ringgit, di situlah Ringgit menyilakan Wagino melepas
lelah. Ya, berarti teman lamanya ini telah menempuh setidaknya 5 kilo dari
pinggiran desa hingga sampai di hadapannya sekarang. Segelas kopi menyapu
kehambaran rongga mulut Wagino, pada akhirnya.
lelah. Ya, berarti teman lamanya ini telah menempuh setidaknya 5 kilo dari
pinggiran desa hingga sampai di hadapannya sekarang. Segelas kopi menyapu
kehambaran rongga mulut Wagino, pada akhirnya.
“Aku hanya ingin menyampaikan amanah teman-teman, Nggit.” Wagino
membuka pembicaraan serius setelah mereka saling bertukar kabar untuk beberapa
waktu.
membuka pembicaraan serius setelah mereka saling bertukar kabar untuk beberapa
waktu.
“Amanah apa?”
“Empat bulan lalu, kita reuni. Ada beberapa yang tidak datang, salah
satunya kamu. Lalu dana reuni tersisa cukup banyak. Dan kami semua akhirnya
tahu kabarmu dari Trini, sahabatmu itu. Maka kami sepakat untuk membukakan
rekening tabungan untukmu, atas namaku.” Wagino menyeruput kopinya yang
mulai hangat. Lalu ia mengeluarkan buku berwarna hijau.
satunya kamu. Lalu dana reuni tersisa cukup banyak. Dan kami semua akhirnya
tahu kabarmu dari Trini, sahabatmu itu. Maka kami sepakat untuk membukakan
rekening tabungan untukmu, atas namaku.” Wagino menyeruput kopinya yang
mulai hangat. Lalu ia mengeluarkan buku berwarna hijau.
“Tabungan ini atas namaku, karena tak mungkin mencarimu, meminta kartu
identitasmu, dengan aku menenteng uang sebesar itu. Ini ATMnya. Kamu bisa
menggunakan untuk apa saja. Kamu juga hanya bisa mengambilnya lewat ATM. Ya,
tentu sangat jauh. Maka pertimbangkanlah saat hendak mengambilnya, agar tak
bolak-balik kamu harus ke kota.”
identitasmu, dengan aku menenteng uang sebesar itu. Ini ATMnya. Kamu bisa
menggunakan untuk apa saja. Kamu juga hanya bisa mengambilnya lewat ATM. Ya,
tentu sangat jauh. Maka pertimbangkanlah saat hendak mengambilnya, agar tak
bolak-balik kamu harus ke kota.”
Ringgit benar-benar terdiam. Namun tangannya menerima buku dengan ATM yang
diserahkan Wagino.
diserahkan Wagino.
“Jangan sampai suamimu tahu. Itu pesanku. Jangan dikira kami tidak
tahu tentang suamimu.”
tahu tentang suamimu.”
Ringgit meletakkan dengan kasar buku dan ATM ke atas lincak.
“Apa maksudmu?”
“Sudahlah, tidak ada yang tidak tahu. Tapi apa yang kukatakan tanpa
maksud apa-apa. Itu hanya untuk melindungimu dan anak-anakmu. Agar bisa
merasakan hidup yang layak, karena itu hak kalian. Meskipun aku bisa mengatakan
kamu sangat bodoh masih bertahan dengannya, tapi sekaligus aku kagum dengan
kekuatanmu itu.”
maksud apa-apa. Itu hanya untuk melindungimu dan anak-anakmu. Agar bisa
merasakan hidup yang layak, karena itu hak kalian. Meskipun aku bisa mengatakan
kamu sangat bodoh masih bertahan dengannya, tapi sekaligus aku kagum dengan
kekuatanmu itu.”
Entah, mengapa Ringgit merasa seperti ada yang merenggut sesuatu dari dalam
dadanya. Ia seperti menaiki komidi putar yang membuatnya sesak napas, mual,
ingin turun, berlari ke kamar mandi, memuntahkan dan menangis sekeras-kerasnya.
Ditahannya. Ia tak ingin Wagino mendadak terbahak melihat dirinya saat ini.
dadanya. Ia seperti menaiki komidi putar yang membuatnya sesak napas, mual,
ingin turun, berlari ke kamar mandi, memuntahkan dan menangis sekeras-kerasnya.
Ditahannya. Ia tak ingin Wagino mendadak terbahak melihat dirinya saat ini.
“Baiklah Nggit. Pikirkan saja apa yang aku katakan. Dan terima amanah
teman-teman dengan lapang dada tanpa prasangka. Aku harus pergi. Kamu tahu, ini
perjalanan yang amat jauh dan lama, 3 bulan setengah hingga aku sekarang di
sini.”
teman-teman dengan lapang dada tanpa prasangka. Aku harus pergi. Kamu tahu, ini
perjalanan yang amat jauh dan lama, 3 bulan setengah hingga aku sekarang di
sini.”
Ringgit ingin mengatakan sesuatu, tapi Wagino dengan cepat meninggalkannya
setelah beruluk salam. Badan kurusnya seperti terbawa angin. Teringat ia akan
ucapan mbak bunda.
setelah beruluk salam. Badan kurusnya seperti terbawa angin. Teringat ia akan
ucapan mbak bunda.
“Ketulusan kita untuk keluarga, selalu membuka pintu rizki dari arah
yang sama sekali tak pernah kita sangka sebelumnya.”
yang sama sekali tak pernah kita sangka sebelumnya.”
Dan tuntas sudah. Ia pun benar-benar memuntahkan tangisnya di minggu pagi
itu….
itu….
–telagarasa, 15032013; 21:07–