Ada seorang nanda yang selalu mengeluhkan kesulitan ide. Dan
kalau sudah dapat ide, saking menggebu ingin menuliskannya, yang terjadi justru
mendadak ia kehilangan kata, sehingga merasa tak tahu apa yang harus
dituliskannya dan bagaimana menuliskannya. Hingga saking gemesnya, ia membeli
banyak buku KKPK, dibacanya, dan ternyata tetap mengeluh,”Aku tetep sulit
untuk menulis, Bunda.”
kalau sudah dapat ide, saking menggebu ingin menuliskannya, yang terjadi justru
mendadak ia kehilangan kata, sehingga merasa tak tahu apa yang harus
dituliskannya dan bagaimana menuliskannya. Hingga saking gemesnya, ia membeli
banyak buku KKPK, dibacanya, dan ternyata tetap mengeluh,”Aku tetep sulit
untuk menulis, Bunda.”
Duh, kasihan sekali, jerihpayahnya saking inginnya bisa
menulis dengan baik.
menulis dengan baik.
Tentu dia sangat ingin sesempurna seperti penulis KKPK. Tapi
dia tak menyadari keinginannya itu justru membuatnya tetekan dan tak merdeka,
membatasi kemampuan inderanya untuk melihat beragam kekayaan yang ada di
sekeliling sebagai sumber ide.
dia tak menyadari keinginannya itu justru membuatnya tetekan dan tak merdeka,
membatasi kemampuan inderanya untuk melihat beragam kekayaan yang ada di
sekeliling sebagai sumber ide.
Seperti biasa, lalu kami menggunakan beberapa menit untuk
berdiskusi untuk menerjemahkan, mengurai TEMA ke dalam ide-ide. Saya paparkan
beberapa diskripsi dari ide-ide yang kami temukan (secara berkelompok, 5 anak).
Maka pecahlah bola kristalnya… Dan ia langsung berteriak,”Iya, Bun… aku sudah
dapat ide!” Lalu ia pun langsung menuliskannya. Baru beberapa kata, ia sudah
menawar,”Bund, bagaimana kalau aku kerjakan di rumah?”
berdiskusi untuk menerjemahkan, mengurai TEMA ke dalam ide-ide. Saya paparkan
beberapa diskripsi dari ide-ide yang kami temukan (secara berkelompok, 5 anak).
Maka pecahlah bola kristalnya… Dan ia langsung berteriak,”Iya, Bun… aku sudah
dapat ide!” Lalu ia pun langsung menuliskannya. Baru beberapa kata, ia sudah
menawar,”Bund, bagaimana kalau aku kerjakan di rumah?”
Nah… ini persoalan lain lagi…
Pada sebagian besar anak, membaca menjadi stimuli terbesar
dalam penulisan, namun ternyata ada juga yang malah membentengi ide-ide
kreatifnya. Selain nanda ini, ada juga nanda yang tak bisa melepaskan idenya
dari seting-seting “luar negeri” dalam ceritanya. Dan pandainya, mereka tak
akan mendiskripsikan bagaimana keadaan lingkungan, budaya, atau kekayaannya
dalam ceritanya. Mereka berfokus pada persoalan antar tokoh dan memenuhinya
dengan dialog ketimbang diskripsi narasi.
dalam penulisan, namun ternyata ada juga yang malah membentengi ide-ide
kreatifnya. Selain nanda ini, ada juga nanda yang tak bisa melepaskan idenya
dari seting-seting “luar negeri” dalam ceritanya. Dan pandainya, mereka tak
akan mendiskripsikan bagaimana keadaan lingkungan, budaya, atau kekayaannya
dalam ceritanya. Mereka berfokus pada persoalan antar tokoh dan memenuhinya
dengan dialog ketimbang diskripsi narasi.
Namun, nanda-nanda yang ‘tidak terlalu minded’ dengan satu
jenis buku, ia dengan lebih mudah mengurai hasil diskusi kelompok dalam
cerita-ceritanya. Karena saya lebih memancing mereka untuk menangkap hal-hal
yang terdekat di kehidupan mereka sebagai ide, lalu mendiskusikannya, menemukan
hal-hal unik dan menarik, lalu membiarkan mereka mengeksplorasi tokoh, alur (dengan
tetap memperhatikan klimaks dan ending) dan seting.
jenis buku, ia dengan lebih mudah mengurai hasil diskusi kelompok dalam
cerita-ceritanya. Karena saya lebih memancing mereka untuk menangkap hal-hal
yang terdekat di kehidupan mereka sebagai ide, lalu mendiskusikannya, menemukan
hal-hal unik dan menarik, lalu membiarkan mereka mengeksplorasi tokoh, alur (dengan
tetap memperhatikan klimaks dan ending) dan seting.
[* * *]