[KMKR] CERPEN, NOVEL dan DIARY


  

Sesungguhnya akan sangat beragam dinamika yang kita temui dalam kelas menulis (antara 10-15 nanda), meskipun hanya untuk satu sesi: Perkenalan. Maka bisa dibayangkan jika seorang pembimbing harus berinteraksi di 10 kelas menulis dalam seminggu. Sementara ’penilaian’ tidak dengan angka, yang dalam proses pembelajaran kepenulisan sama sekali tidak interaktif dan komunikatif. Semoga ada kekuatan untuk mengupas tuntas seluruh dinamika dalam kelas-kelas menulis pada buku: AMAZING WRITING CLASS yang sedang dalam proses swasunting.
Oke, sekarang saya ingin membincangkan status di Halaman FB Sanggar Kepenulisan PENA Ananda CLUB:

Hampir semua anak di kelas menulis jika ditanya,”Kalian ingin menulis apa?”
Mereka serempak akan menjawab,”Cerpen.” atau… ”Novel.”
Tak ada satu pun yang ingin menulis ”Catatan harian.”
Mengapa ya?
Ada beberapa alasan menurut anak-anak:
C  Catatan harian tidak bisa diterbitkan.
C  Catatan harian itu memalukan kalau dibaca orang lain. (lo, kenapa, memang isinya apa?)

Tidak perlu pembelajaran menulis diary. Dalam sejarah hampir seluruh catatan harian yang ‘bersifat pribadi’ tersimpan rapi dan tidak ada kelas khusus untuk mempelajarinya. Siapapun, tidak hanya yang berpredikat penulis, bisa jadi memilikinya. Dalam beberapa peristiwa, ada sejumlah fakta tulisan catatan harian yang kemudian terungkap di publik. Ambil contoh, salah satu buku yang mengisahkan tentang perjuangan seorang remaja pecandu obat-obatan terlarang yang menuliskan setiap pengalamannya ke dalam catatan harian (buku maupun lembaran-lembaran). Catatan harian ini ditemukan sang ayah saat putrinya ditemukan tewas karena overdosis, dan dengan maksud agar semua orang tua bisa menjadi pendamping bagi putra-putrinya yang potensi kecanduan obat-obatan terlarang, maka ia memublikasikannya.[1]
Nanda di kelas menulis tingkat SD tidak pernah mendengar tentang catatan harian itu sebagai sesuatu tulisan yang dianggap penting. Mereka sekedar pernah mendengar, beberapa mempunyai ‘buku harian’ (bahkan ada yang mengoleksi karena penampilan bukunya yang cantik-cantik, tetapi tak menulisinya) dan sedikit sekali yang menulisinya, itupun tidak berlangsung untuk jangka waktu yang lama. Ada perbedaan (meski tidak mencolok) dengan Nanda KMKR tingkat SLTP yang sudah mengenal buku harian sebagai tempat curhat tentang perasaannya.
Sebagian besar buku harian berbicara tentang perasaan cinta, keresahan, kerinduan, kemarahan antara dirinya (penulis) dengan orang yang dicintainya. Diary menjadi teman yang sangat ‘bijaksana’ untuk curhat, meskipun jika berhadapan dengan masalah, menuliskannya di diary tidak menjamin menemukan solusinya. Diantara catatan-catatan itu ada berhubungan dengan orang-orang terdekat, biasanya orang tua, saudara kandung, teman atau sahabat, yang intens melakukan interaksi sehingga sangat potensi muncul persoalan-persoalan yang memeras perasaannya. Maka, ke dalam catatan harian inilah mereka menumpahkannya.
Cerpen dan novel lebih dimengerti sebagai karya dari kegiatan ‘penulisan’ sebagaimana yang mereka pelajari pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Mereka mengatakan perlu untuk memelajarinya secara khusus dalam kelas menulis ini karena ada seperangkat aturan yang harus diterapkan dalam penulisan cerpen atau novel, dan itu yang menimbulkan kebingungan pada mereka bagaimana menerapkannya hingga tak melakukan kesalahan serta menghasilkan karya yang ‘sempurna’.
Pendapat mereka, cerpen dan novel dianggap sebagai hasil karya karena memiliki peluang untuk dipublikasikan, tidak demikian dengan catatan harian. Inilah pandangan pertama yang harus diluruskan tentang konsep menulis, agar lebih dititiktekankan pada proses dan bukan hasil semata. Jika mau lebih membuka ruang apresiasi, maka sebuah catatan harian adalah karya yang lebih hebat karena setiap kata dituangkan dengan segenap kesungguhan hatinya. Menghidupkan sebuah tulisan, hanya bisa dilakukan dengan melibatkan keutuhan jiwa dalam menuliskan setiap kata. Dan proses itu sesungguhnya telah terjadi dalam penulisan catatan harian, terlepas dari isi tulisan yang cenderung masih seirama dan kurang beragam pada anak-anak dan remaja. Sekali lagi ini adalah proses yang perlu dilalui.
*     *     *
[ikuti tentang BERBINCANG TENTANG DIARY DI KMKR SD-SMP; SERBA-SERBI DIARY selengkapnya di buku AMAZING WRITING CLASS]


[1] Saat menuliskan ini, buku tersebut sedang tidak di hadapan saya. Saya harus mencari ulang di Perpustakaan Daerah Kabupaten Tulungagung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *