Sesi perkenalan dalam kelas menulis, sangat memberi arti yang besar. Di sesi inilah masing-masing nanda, termasuk pembimbing, bukan sekedar memperkenalkan nama, tempat tanggal lahir, dan alamat, tapi keseluruhan yang ingin orang lain dengar tentang dirinya. Hampir semua nanda pada awalnya tidak berpikir terlalu jauh dan rinci, apa yang akan mereka ceritakan selain unsur pokok dalam perkenalan. Namun dengan beberapa pertanyaan pancingan, membuka jendela-jendela memori mereka tentang diri mereka sendiri.
[KMKR] WHO I’M
Setiap diri yang diciptakan sempurna, demikianlah mereka kita ajak mengenali diri mereka dengan segenap syukur. Hidung yang mancung ataupun pesek, kulit yang coklat ataupun kuning langsat, tinggi badan, tahi lalat, rambut, jemari, dan apapun yang mereka lihat secara berbeda satu sama lain adalah tetap menemukan keindahan pada dirinya. Mendiskripsikan diri, dari verbal hingga dituliskan, pada akhirnya menjadi sesuatu yang sangat melegakan bagi semua. Bahkan mereka sendiri pun tak menyangka, bisa melihat dirinya melalui tulisannya, tak ubahnya sedang melihat diri di depan cermin.
Mendiskripsikan fisik diri pada awalnya tentu takkan lengkap. Ini menjadi sangat berarti ketika nanti nanda-nanda berupaya membuat tokoh imajinya sendiri, maka mereka akan mendiskripsikannya sebagaimana yang mereka lakukan hari ini.
Untuk memperlancar pendiskripsian ini, nanda-nanda diminta untuk mendiskripsikan siapa pun yang ada di hatinya: orang tuanya, saudara-saudaranya, sahabatnya, teman sepermainannya, dan mungkin saja teman imajinernya… J
Aku suka dan tak suka pasti dimiliki oleh siapapun, termasuk nanda-nanda di kelas menulis. Meminta mereka menceritakan (dan kemudian menuliskannya) bukan hanya membuat mereka mengerti lebih utuh tentang diri mereka, tapi juga memancing diskusi menarik tentang masing-masing hal yang mereka suka dan tak suka. Lagi-lagi tujuan di awal pertemuan ini bukan untuk membahas apa yang mereka suka atau tidak, tapi lebih pada pengenalan diri secara jujur, sesuatu yang sebaiknya mereka sadari ada pada diri mereka.
Materi ini juga menjadi penting kala mereka memberi karakter pada tokoh-tokoh yang akan membangun cerita mereka, kelak. Di sesi ini mereka mulai memelajari bahwa tak ada manusia yang sempurna, bahkan sebagai tokoh cerita yang sangat heroik pun, pasti ada kelemahan dan kekurangan. Tapi, sebagaimana mereka, semuanya ingin menjadi lebih baik, termasuk kelak para tokoh-tokoh dalam cerita mereka.
Sebagai upaya pembiasaan, nanda-nanda juga diminta untuk mengenali hal-hal yang disukai dan tidak disukai oleh orang-orang disekitar mereka, lalu dituliskan. Bisa dibayangkan apa yang terjadi ketika anak-anak mengenali apa yang disukai dan tidak disukai orang tua mereka? Pembelajaran menulis ini juga akan membuka ruang pemahaman lebih jauh dan luas ketimbang ‘menulis’ itu sendiri.
Seringkali kita menemukan kesulitan saat hendak membuat karakter tokoh, baik yang protagonis maupun antagonis. Ternyata, bermula dengan mengenali diri sendiri dan mendiskripsikannya serinci mungkin, dapat menjadi jembatan penolong.
Silakan mencoba…. J
* * *