Pertanyaan satu ini ibarat lingkaran yang sulit ditemukan titik muasalnya. Mengapa begitu sulit menumbuhkembangkan minat menulis pada anak, meski anak-anak itu sudah memiliki kebiasan membaca (sementara, sebagian besar orang tua dan guru masih banyak mencari jawaban, bagaimana cara menumbuhkan minat baca pada anak-anak)? Sebenarnya, jauh lebih mudah membimbing anak-anak untuk menguasai ketrampilan menulis jika mereka sudah memiliki kebiasaan membaca dengan baik.
[KMKR] OGAH BICARA TENTANG MEMBACA
Baik membaca maupun menulis, keduanya adalah ketrampilan, yang akan sangat melekat kuat menjadi sebuah kebiasaan jika diperkenalkan dan dilatih sedini mungkin. Apa yang saya tuliskan berikut ini, adalah cuplikan refleksi dalam kelas-kelas menulis bagi anak, khususnya di bawah usia 12 tahun, yang sudah dilaksanakan oleh Sanggar Kepenulisan PENA Ananda Club sejak tahun 2008 lalu.
Memaknai ’kelas’ sendiri sudah menunjukkan adanya batasan-batasan tertentu yang harus dipatuhi oleh orang-orang yang ada di dalamnya, artinya bukan hanya murid, guru pun wajib patuh. Namun batasan ini tidak sepenuhnya berlaku pada kelas-kelas kreatif yang seringkali dirancang dalam bentuk pendidikan nonformal.
Berbeda dengan kelas-kelas kreatif lainnya, dalam kelas menulis anak, pembimbing dan pendamping lebih banyak belajar dari para anak bimbingnya. Mengapa? Karena pendekatan yang dilakukan benar-benar sangat personal. Mereka memiliki banyak sekali perbedaan: tingkat minat dalam membaca dan menulis, daya konsentrasi, daya imajinasi, wawasan, rasa percaya diri, dan motivasi. Sehingga sebanyak apapun teori yang dimiliki pembimbing, harus diurai dalam beragam pendekatan yang berbeda, sesuai dengan latar belakang dan potensi masing-masing anak. Sepanjang pengetahuan saya, ini berbeda dengan kelas tari, musik, gambar, tapi memiliki beberapa kesamaan dengan kelas teater dan mendongeng, meskipun pembatasan eksploratif tetap ada di dua kelas ini.
Tidak semua anak di kelas menulis memiliki kegemaran membaca. Ini tantangan yang sangat besar, karena bukan hal yang mudah mendorong mereka untuk mulai bersahabat dengan bacaan. Apalagi jika muncul beban bahwa ‘membaca’ sebagai sebuah keharusan dalam kelompok menulis, maka bukan hanya kegiatan membaca yang sudah jauh dari mereka, bahkan kegiatan menulis pun akan menjadi berat mereka lakoni.
Kepada mereka, saya tidak akan menanyakan buku atau majalah apa yang pernah mereka baca, atau ‘kalau kalian suka menulis, siapa penulis idolamu’. Sudah dipastikan tidak akan ada jawaban sama sekali. Dan memang, dalam setiap kelas baru, tidak serta merta penting untuk bertanya apakah mereka suka membaca dan segala hal yang berhubungan dengan aktivitas membaca. Lupakanlah!
Pancingan yang paling menarik adalah mengajak mereka berbicara tentang minat mereka sebelum memasuki kelas menulis. Mungkin jawabannya berbeda dengan yang diharapkan sebagai bentuk dukungan untuk kepenulisan, tapi justru inilah pintu gerbang untuk mereka bersahabat dengan kita. Bukan tidak mungkin mereka akan menjawab: balap sepeda, main layangan, game online, nge-band, nonton tivi, ngusilin adiknya, bahkan ada yang dengan sengaja mengatakan ‘pengen bikin mama marah’.
Tidak langsung menulis, tapi bercerita. Mengapa? Menulis adalah aktivitas diam, hening. Dalam pertemuan pertama, memunculkan kehangatan adalah syarat mutlak untuk menjadikan kelas hidup. Setelah proses berkenalan satu sama lain dengan cara unik yang kita sepakati, lalu kita ngobrolin terlebih dahulu tentang ‘diri sendiri’ atau ‘kegemaran selain menulis’. Tell these! Ya, ceritakanlah dengan bahasa verbal. Jika perlu pancing dengan beragaman pertanyaan, membuka ruang mereka saling bertanya satu sama lain, atau kita memberi contoh dengan menceritakan kegemaran kita sendiri selain menulis.
Oke… pemnasan yang mungkin memakan waktu 60 menit (atau sampai dirasa cukup hangat) harus menuju ke suatu muara. Beri applaus dengan semua yang telah mereka lakukan, cerita yang menarik dari kehidupan mereka sebelum ini.
Maka, saya hanya mengajak (karena saya juga melakukan hal yang sama seperti yang mereka akan lakukan: menuliskan semua yang baru saja saya ceritakan tentang diri saya dalam sesi perkenalan) mereka untuk menuliskan apa saja yang mereka baru ceritakan: tentang balap sepeda, main layangan, game online, nge-band, nonton tivi, ngusilin adiknya, dan keinginan untuk membuat mamanya marah. Tidak perlu menjeda atau memberikan penilaian tentang apa yang mereka baru ceritakan, karena itu belum waktunya. Saat ini, gerbang kemauan mereka sedang terbuka perlahan-lahan. Jangan membuatnya terhenyak dengan penilaian yang mendorong mereka menutupnya dengan sontak.
20 hingga 30 menit akan menjadi waktu pertama mereka menulis. Jangan khawatir jika masih ada yang bertanya: Apa ya yang akan kutuliskan, apa kudu banyak, bagaimana kalau hanya dua baris saja. Atau mereka mengatakan: Ah, aku gak mau nulis, kan tadi sudah cerita; aku mau menulis yang belum aku ceritakan. Ah… kita akan menemukan, tak ada keseragaman dalam kelas menulis… Sangat berbeda bukan dengan kelas lainnya???
Salam hangat… J