Dalam sebuah reuni, laki-laki berpakaian batik itu mendekati seorang ibu bersanggul yang sejak semula hanya duduk dan tersenyum sambil memandangi silih berganti orang-orang yang lalu lalang di hadapannya.
“Ibu Asih,” sapanya. Ibu itu menyambutnya dengan senang. Diterimanya uluran tangan mantan muridnya itu, sementara tangan kirinya masih terus memegang piring berisi lontong dan sate ayam. Setelah basa-basi, laki-laki itu bertanya,
“Ibu masih mengenali saya?” Sebenarnya ibu Asih belum terlalu tua dan tidak mengidap penyakit pikun.
“Tidak. Bahkan ibu tidak yakin, kamu dulu pernah ibu ajar.” Laki-laki itu tersenyum kecut. Pandangannya mengitari seluruh orang-orang yang memenuhi gedung mewah ini.
“Bu, lihat itu. Ibu pasti ingat murid jenius, Bandi. Dia sekarang sudah jadi menteri. Darmo yang suka nyontek, sekarang malah jadi konglomerat. Nah, saya sekarang sedang menggarap film yang naskahnya ditulis murid ibu juga, penulis terkenal, Sambodo.”
Bertepatan dengan itu, Sambodo ternyata sudah ada diantara mereka. Ia tertawa hangat.
“Benar, bu. Ibulah yang memotivasi kami semua hingga bisa menjadi besar seperti ini.” Bu Asih tersenyum sambil manggut-manggut. Dilihatnya sate ayam yang masih ‘anteng’ di tangan kirinya. Ia sangat yakin akan bisa melumatkannya setelah ini.
“Hahaha, kapan ya ibu bisa menjadi seperti kami ya?” Sambodo nyeletuk. Bu Asih yang masih menatapi piringnya, berubah pikiran,“Sepertinya sate ini dari ayam-ayam yang sudah tua seperti diriku, alot, aku tak bakal dalam mengunyah dan menelannya.”
“Sambodo, untuk bisa menjadi menteri seperti Bandi, konglomerat Darmo, sutradara seperti Riyas, dan penulis bestseller seperti dirimu, tidaklah sesulit kalian yang sudah terkenal itu untuk menjadi guru seperti ibu. Tak mengapa kau katakan itu, agar kalian tahu, ibu sangat bangga dengan kalian semua.”
Bu Asih berlalu dari keduanya, meletakkan piringnya dengan isi yang masih utuh, sambil mengulang gumamannya, “Sepertinya sate ini dari ayam-ayam yang sudah tua seperti diriku, alot, aku tak bakal dalam mengunyah dan menelannya.”